EKBIS.CO, JAKARTA – Pangan selalu menjadi hal sensitif. Tujuh miliar penduduk bumi perlu makan. Semua negara tertantang memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya masing-masing.
Padahal, menurut Koordinator Aliansi untuk Desa Sejahtera (ADS) Tejo Waluyo Jatmiko sebanyak 80 persen ketahanan pangan harus bisa dipenuhi negara masing-masing. Komoditas pangan yang diperjual belikan idealnya hanyalah sebanyak sepuluh persen dari total kebutuhan.
Banyak pihak meragukan ketahanan pangan Indonesia. Istilah swasembada serasa begitu sulit diraih. Keraguan itu muncul dengan terungkapnya fakta pertambahan penduduk Indonesia sehingga impor pangan tak bisa dihindarkan.
Impor kedelai pada 2010 sebanyak 1,9 juta ton meningkat menjadi 1,95 juta ton pada 2012. Impor gandum meningkat dari 6,6 juta ton pada tahun 2010 menjadi 7,4 juta ton pada 2012. Tejo mengatakan ketahanan pangan yang diwacanakan pemerintah selama ini masih berbasis impor.
“Kalau belum impor kita pangan kita belum aman,” ujar Tejo, pekan lalu menjelang peringatan hari pangan sedunia, 16 Oktober.
Kordinator Pokja Sawit ADS, A Surambo mengatakan kedaulatan pangan Indonesia erat berhubungan dengan kedaulatan lahan. Saat ini, menurutnya pemerintah belum menentukan alokasi lahan untuk komoditas pangan yang krusial.
Misalnya, tak ada jumlah yang pasti untuk lahan padi, kedelai. Akibatnya, setiap tahun lahan kedelai berkurang, padahal hampir setiap tahun perkebunan sawit ekspansi hingga 400 ribu hektar.
Menurutnya, pemerintah perlu mengatur luasan lahan untuk masing-masing komoditas. Kalau tidak, petanipun akan mudah berganti komoditas tergantung harga yang sedang bagus. "Perlu diatur tata kelola persaingan komoditas atau semua akan dikendalikan pasar,” katanya.