EKBIS.CO, JAKARTA – Manajemen Bursa Efek Indonesia (BEI) tak keberatan dengan aturan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberlakukan pungutan.
Pungutan itu berlaku bagi seluruh pelaku sektor jasa keuangan di Indonesia.
Kisaran yang disiapkan OJK khusus untuk BEI, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, serta Penyelenggara Perdagangan Surat Utang Negara di Luar BEI adalah 7,5-15 persen dari pendapatan usaha.
"Tarifnya cukup wajar. Lagipula, OJK kini membutuhkan sumber-sumber pendanaan yang jumlahnya cukup besar agar manajemennya berfungsi baik," kata Direktur BEI, Ito Warsito, dijumpai di Gedung BEI Jakarta, Ahad (25/11).
Perusahaan publik atau emiten yang beraset di atas Rp 10 triliun akan dikenakan pungutan Rp 50 juta hingga Rp 100 juta. Emiten dengan aset lima triliun rupiah hingga Rp 10 triliun dikenai pungutan Rp 25 juta hingga Rp 50 juta.
Berikutnya, emiten dengan aset Rp 1,5 triliun dikenai pungutan Rp 17,5 juta hingga Rp 35 juta. Terakhir, emiten dengan aset kurang dari satu triliun rupiah akan dikenai pungutan Rp 7,5 juta hingga Rp 15 juta.
Kisaran tersebut, kata Ito, akan diberlakukan selama satu tahun. Di dalamnya terdapat biaya pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penelitian.
Banyak lagi sektor yang dikenalan pungutan OJK. Agen penjual efek reksa dana dikenai pungutan Rp 50 juta hingga Rp 100 juta. Penasihat investasi level perusahaan dikenai pungutan Rp 2,5 juta hingga lima juta rupiah, sedangkan per orangnya dikenai pungutan Rp 250 ribu hingga Rp 500 ribu.