Kamis 13 Dec 2012 13:18 WIB

Gas East Natuna Terancam Ditinggalkan Pembeli

Rep: Sefti Oktarianisa/ Red: Djibril Muhammad

EKBIS.CO, JAKARTA -- Langkah lamban pemerintah dalam memutuskan persetujuan kontrak kerja sama pengembangan Blok East Natuna Kepulauan Riau dinilai akan berdampak buruk pada gas blok tersebut. Sejumlah pengamat berpendapat gas East Natuna terancam ditinggalkan pembeli.

"Jika terlalu lama, ada momen pasokan dan harga gas menjadi tak kondusif bagi East Natuna," tegas pengamat Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara pada Republika, Kamis (13/12).

Menurutnya gas yang dikelola Pertamina bersama konsorsiumnya ini, tak akan mampu bersaing dengan gas impor yang masuk ke pasar domestik. Apalagi, dengan masuknya sale gas asal AS yang dijual murah di pasaran. Diperluasnya Terusan Panama membuat kapal tengker asal AS bisa dengan gampang mendistribusikan sale gas hingga Indonesia.

Belum lagi sejumlah negara lain yang sedang mempromosikan cadangan gasnya seperti Australia dan Qatar. Pengembangan sale gas di Cina yang diperkirakan selesai tujuh tahun mendatang juga semakin riskan membuat gas dalam negeri ini kehilangan pembeli.

Karenanya, Marwan mengatakan pemerintah harus segera memutuskan persetujuan kontrak blok yang memiliki cadangan hingga 222 triliun kaki kubik (triliun cubic feed/TCF) ini. "Kalau tidak secara ekonomi, ini tidak akan fisible," ujarnya.

Ia menilai kuartal pertama 2013 adalah waktu yang tepat kontrak bagi hasil (production sharing contract/ PSC) Blok East Natuna ditandatangani. Bila tidak, proyeksi gas akan diproduksi pada 2020 mendatang bisa molor.

Terkait soal insentif, ia mengaku memang pengembangan East Natuna tak mudah. Kandungan CO2 yang besar membuat biaya pembuangan zat ini menjadi mahal.

Untuk itu insentif memang diperlukan. Apalagi keinginan pemerintah untuk menyalurkan gas dengan metode gas alam cair (liquified natural gas/ LNG), bukan dengan pipa seperti keinginan konsorsium, membutuhkan biaya tak sedikit.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement