EKBIS.CO, JAKARTA -- Kualitas daging sapi lokal masih belum memenuhi standardisasi. Kondisi ini berbanding terbalik dengan daging sapi impor. Ketiadaan standardisasi kualitas pun menjadi bagian dari 1001 alasan importir enggan beralih ke daging sapi lokal.
"Contohnya, disini tidak ada jaminan bahwa ternak yang kita beli benar-benar berumur tiga tahun," kata Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (Aspidi), Thomas Sembiring di Jakarta, Ahad (30/12).
Di Indonesia, belum ada jaminan mengenai spesifikasi daging sapi lokal. Sedangkan di luar negeri, misalnya daging sapi lokal dan betina sudah dipisahkan, termasuk adanya jaminan umur pada ternak impor.
Situasi semakin pelik melihat kondisi Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di Indonesia yang juga buruk. Dari jumlah 700 RPH, menurut Thomas hanya 25 RPH yang memenuhi standardisasi kelayakan.
Thomas juga meminta pemerintah bersikap lebih realistis terkait ketersediaan daging sapi. Karena masalah ini menimbulkan gejolak harga selama lima bulan terakhir.
Aspidi memperkirakan harga daging akan semakin menggila tahun depan. Sekarang saja, harga daging sapi mencapai Rp 90-100 ribu dan merupakan yang termahal di dunia. "Berhentilah bermain-main," ujar Thomas.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan sudah mengeluarkan izin untuk impor setara 80 ribu ton daging tahun depan. Sebanyak 64 importir akan menerima daging bakalan dan daging sapi.
"Sesuai dengan kesepakatan, izin sudah kita keluarkan. Nanti tentu akan ada evaluasi lagi," kata Dirjen Perdagangan Luar Negri, Bachrul Chairi saat dihubungi Republikadi Jakarta, Ahad (30/12).
Jika pada tahap evaluasi terbukti kurang, ada peluang kuota akan ditambah. Namun, menurut keterangan Aspidi proses kedatangan daging impor ini baru setengah jalan karena belum semua importir menerima jatah.