Rabu 23 Jan 2013 19:56 WIB

Intraco Penta Sasar Agribisnis dan Infrastruktur

Red: Djibril Muhammad
intraco penta
intraco penta

EKBIS.CO, JAKARTA -- PT Intraco Penta Tbk (INTA) mengaku mulai memasuki pasar alat berat untuk sektor agribisnis dan infrastruktur di tahun ini. "Kami lihat adanya peluang di sektor-sektor itu, maka itu kami masuk," ujar Investor Relation INTA Imam Lyanto di Jakarta, Rabu (23/1).

Ia mengemukakan, diversifikasi usaha itu akan dilakukan perseroan melalui dua anak usaha yakni PT Intraco Penta Prima Service dan PT Intraco Penta Wahana. Ia menambahkan, salah satu sektor yang akan dijajaki perseroan yakni industri semen, khususnya pengolahan semen. Pasalnya, saat ini industri infrastruktur tengah tumbuh cukup baik.

Direktur Keuangan INTA Fred Lopez Manibog menambahkan, usaha perseroan saat ini lebih banyak di sektor pertambangan. Dengan diversifikasi usaha perseroan itu maka porsi ekspansi di sektor pertambangan akan diturunkan.

"Pada tahun sebelumnya, sekitar 85 persen ke industri pertambangan, baik itu batubara maupun mineral. Tahun berikutnya akan diturunkan seiring diversifikasi pangsa pasar," kata dia.

Ia memaparkan, alokasi penjualan alat berat ke sektor pertambangan tahun ini akan berada di bawah 70 persen. Kemudian sisanya akan dijual ke sektor agribisnis dan infrastruktur.

Ia menargetkan, kontribusi penjualan dari sektor agribisnis dan infrastruktur dapat mencapai 10 persen di tahun pertama. Pada tahun ini perseroan mengharapkan pertumbuhan penjualan alat berat dapat tumbuh 15 persen-20 persen

"Secara 'full year' tahun lalu, penjualan alat berat diperkirakan bisa mencapai di atas 1.200 unit," katanya.

Tercatat, hingga kuartal III-2012, penjualan alat berat INTA mencapai 1.028 unit, turun dari periode yang sama tahun sebelumnya sebanyak 1.163 unit. Pada periode itu, pendapatan INTA membukukan kenaikan menjadi Rp2,071 triliun dari periode sama tahun sebelumnya sebesar Rp2,069 triliun.

Sementara, laba bersih INTA merosot 53,45 persen menjadi Rp31,7 miliar, dari Rp68,1 miliar pada tahun lalu. "Itu dikarenakan ada depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Jadi secara kas, sebenarnya tidak turun," kata Fred.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement