EKBIS.CO, JAKARTA -- Pakar pertanian HS Dillon mengatakan kebijakan mengenai larangan impor sejumlah produk hortikultura seperti buah dan sayur tidaklah cukup untuk mendorong produksi dalam negeri.
"Larangan impor tidak cukup, harus ada langkah ke depan yakni kebijakan yang utuh mengenai pengembangan dan pertanahan pertanian yang pro petani," kata Dillon saat dihubungi di Jakarta, Jumat (8/2).
Dillon menilai kebijakan impor yang diberlakukan sebagai ketidakberpihakan pemerintah terhadap petani. Padahal, Indonesia bisa menghasilkan semua produk buah dan sayur di dalam negeri. "Kita punya daerah yang berpotensi untuk bisa menghasilkan produk buah dan sayur terus menerus sepanjang tahun," katanya.
Pemerintah, menurut dia, perlu memberikan insentif yang sesuai dengan kebutuhan petani. Dillon juga mengatakan jika pemerintah bisa memberikan struktur insentif yang baik, petani tentu bisa mengasilkan apapun dari lahan yang mereka garap.
Insentif yang memadai berupa pemberian bibit yang berkualitas, pengadaan infrastruktur yang baik guna mendukung distribusi hingga pembebasan pungutan liar dinilai bisa mendukung produktivitas petani lokal. "Buah mungkin memang bukan (kebutuhan) yang utama di Indonesia, tetapi jika bisa menghasilkan sendiri untuk apa ada impor," katanya.
Pemerintah, per Januari-Juni 2013, mengatur impor sejumah produk hortikultura. Tiga buah impor yakni durian, pisang dan nanas dilarang masuk ke tanah air, sementara sejumlah produk hortikultura yang diatur volume impornya adalah melon, mangga, pepaya, kentang, kubis, wortel, cabai, bunga anggrek, bunga krisan, dan bunga heliconia.
Pengetatan impor hortikultura itu, menurut Kementerian Pertanian dilakukan atas dasar telah terpenuhinya pasokan produk hortikultura di dalam negeri sekaligus mendorong peningkatan produk lokal.
Aturan pengetatan impor itu telah diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 60/2012 tentang Rekomendasi Impor Hortikultura dan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 60/2012 mengenai Ketentuan Impor Produk Hortikultura.