EKBIS.CO, JAKARTA -- Inflasi Indonesia sampai dengan akhir 2013 mendatang diperkirakan berada di kisaran enam persen plus minus satu persen. Itu artinya angka tersebut melebihi proyeksi yang ditetapkan pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013 yakni 4,9 persen.
Sampai dengan Februari 2013, total inflasi telah mencapai 1,78 persen. Rinciannya inflasi untuk Januari senilai 1,03 persen sementara inflasi untuk Februari tercatat 0,75 persen.
Ekonom Indonesia Economic Intelligence, Sunarsip menilai tingginya inflasi pada dua bulan ini tidak dapat dikatakan bersifat sementara.
"Jika melihat trennya, inflasi sekarang tidak dapat dikatakan temporer. Terutama karena faktornya adalah imported inflation," tutur Sunarsip kepada Republika melalui sambungan telepon, Ahad (3/3).
Terlebih jika melihat tren neraca perdagangan saat ini yang telah mengalami defisit pada awal tahun. Sunarsip mengatakan sulitnya rupiah menguat tentu akan berpengaruh kepada imported inflation.
Sehinnga pengaruhnya terhadap angka inflasi secara keseluruhan relatif besar. "Ini harus secepatnya diantisipasi pemerintah dan Bank Indonesia," kata Sunarsip.
Sebagai catatan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akhir pekan lalu tercatat Rp 9.678. Walaupun proyeksi inflasi hingga akhir tahun akan melebihi target dalam APBN, Sunarsip menyebut inflasi bukanlah faktor pendorong utama untuk merevisi APBN.
Umumnya, faktor yang paling dominan dalam mendorong revisi APBN adalah adanya koreksi penerimaan negara. Selama tidak ada koreksi penerimaan negara, target inflasi akan tetap dipertahankan.
"Angka enam persen plus minus satu persen itu relatif aman bagi APBN," kata Sunarsip. Sebagai gambaran, realisasi inflasi pada 2012 mencapai 4,3 persen dari target 5,3 persen.