EKBIS.CO, JAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menilai rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang mungkin saja diambil pemerintah merupakan bukti pengelolaan energi yang buruk. Meski program penghematan dan pengendalian dilakukan, pemerintah tetap gagal menerapkan kebijakan tersebut.
Menurutnya, program pemerintah lemah sehingga tidak berdampak signifikan dalam upaya mengurangi pembengkakan kuota. "Kebijakan energi alternatif yang dijalankan oleh pemerintah belum berjalan optimal, seperti dalam jangka pendek gagalnya konversi BBM ke BBG," kata anggota DPR RI dari Komisi VII DPR Rofi' Munawar, Jumat (15/3).
Karena langkah ini saja sulit diaplikasikan pemerintah, ia pun menilai kenaikan BBM setinggi apapun hanya akan terus menjebak mekanisme beban subsidi. Apalagi kenaikan BBM seringkali hanya merujuk pada kondisi eskternal tanpa melihat internal dalam negeri.
"Pada akhirnya kenaikan harga BBM bersubsidi secara umum hanya akan berdampak terhadap inflasi dan dapat memukul daya beli masyarakat, terlebih jika kebijakan dijalankan secara menyeluruh serta tidak ada pengecualian target sasaran," jelasnya. Disisi lain, kebijakan ini akan berkontribusi terhadap koreksi pertumbuhan dan pelambatan aktivitas ekonomi secara nasional.
Sebelumnya, Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas memperkirakan bahwa konsumsi BBM bersubsidi pada 2013 akan naik dibanding tahun 2012. Dari 45 juta kiloliter (KL) membengkak menjadi sebesar 49 juta KL.
Realisasi konsumsi bahan bakar minyak nasional pada 2012 mencapai 75,07 juta KL. Volume konsumsi itu terdiri atas BBM subsidi 45,07 juta KL dan nonsubsidi 30 juta KL.
Dalam RAPBN tahun anggaran 2013, alokasi anggaran subsidi mencapai Rp 316,1 triliun. Alokasi anggaran itu bakal disalurkan untuk subsidi energi sebesar Rp 274,7 triliun, BBM sebesar Rp 193,8 triliun, dan subsidi listrik sebesar Rp 80,9 triliun.