EKBIS.CO, JAKARTA -- Menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi merupakan instrumen yang paling efektif untuk mengurangi beban subsidi terhadap APBN. Ini karena menaikan harga tidak membutuhkan investasi besar layaknya konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG).
"Kenaikan harga memiliki dampak yang signifikan terhadap fiscal sustainability," tutur Ekonom Pusat Penelitian Ekonomi LIPI Latif Adam saat dihubungi Republika, Senin (18/3).
Menurutnya, jika konsumsi premium sekitar 26 juta kilo liter, maka beban subsidi bisa berkurang Rp 26 triliun jika harga dinaikkan menjadi Rp 5.500. Meski pun, konsumsi akan menurun drastis.
"Konsumsi baru kembali normal setelah dua tahun," ujar Latif. Itu menunjukkan, tingkat efektivitas kenaikan harga untuk mengendalikan konsumsi. Sedangkan instrumen lain, seperti konversi BBM ke gas membutuhkan investasi. Misalnya untuk pengawasan yang konsisten sehingga penyelewengan dapat diminimalisasi.
Sebagai catatan, volume kuota BBM bersubsidi pada APBN 2012 ditetapkan sebesar 40 juta kiloliter. Kemudian pada September 2012, pemerintah dan DPR memutuskan untuk menambah kuota menjadi 44,04 juta kiloliter. Pada akhir tahun, volume kuota kembali bertambah sebesar 1,02 juta kiloliter hingga total kuota BBM bersubsidi di 2012 menjadi 45,06 juta kiloliter.