EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah telah menegaskan opsi menaikkan harga merupakan pilihan terakhir yang akan diambil dalam revisi kebijakan subsidi BBM. Hanya saja, sulit diprediksi kapan keputusan itu akan diambil. "Semua tergantung karakter pemerintah," tutur Ekonom Pusat Penelitian Ekonomi LIPI Latif Adam saat dihubungi Republika, Senin (18/3).
Dari sisi politik, lanjutnya, keputusan menaikan harga BBM bersubsidi merupakan sebuah kesalahan. Apalagi 2013 merupakan periode politik menjelang pemilihan umum 2014 mendatang. "Tapi harus dilihat jangka panjang. Walaupun pasti ada resistensi," ucapnya.
Ia malah menilai, jika pemerintah berani mengambil keputusan ini malah akan dianggap sebagai pahlawan. Karena telah memperlihatkan sikap kenegarawanan dengan tidak menimpakan masalah subsidi BBM kepada pemerintahan berikutnya. "Ini akan berulang dan diwariskan. Saya menyebutnya memelihara masalah," ujar Latif.
Berkaca pada era sebelumnya, kenaikan harga BBM bersubsidi senantiasa diambil setahun selepas pemerintahan baru memimpin. Sebagai contoh, Presiden Susiulo Bambang Yudhoyono (SBY) baru menaikkan harga BBM bersubsidi pada Maret 2005 sebesar 22-27 persen. Kemudian Oktober 2005 sebesar 126 persen.