EKBIS.CO, JAKARTA -- Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Yunus Husein berpendapat, pemberlakuan laporan transaksi keuangan transfer keluar negeri ("International Fund Transfer Instruction Report-IFTI") meniru dari Australia dalam upaya pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia.
"Terus terang kita meniru dari Australia dalam sistem pelacakan transaksi internasional. PPATK bekerja sama dengan AUSTRAC ('Australian Transactions and Reports Analysis Centre'), di mana AUSTRAC memberikan bantuan teknis untuk penerapan IFTI di Indonesia," ujar Yunus Husein dalam seminar "Menyongsong Pemberlakuan Pelaporan Transaksi Keuangan Transfer Dana dari dan Keluar Negeri" di Jakarta, Rabu (20/3).
Menurut dia, ada tiga negara yang baru memberlakukan prinsip IFTI. Australia, Kanada, dan Indonesia. "Australia merupakan negara pertama yang memberlakukan International Fund Transfer Instruction (IFTI)," ucapnya.
Indonesia lewat Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pun mencontoh prinsip IFTI dari Negeri Kanguru tersebut. AUSTRAC atau PPATK di Australia, lanjutnya, sangat aktif untuk memantau aliran dana luar negeri.Setiap tahun rata-rata ada 200 juta transaksi.
Ia mengatakan pada 2003-2004 dalam rangka asset recovery, Indonesia dibantu Australia melacak dan menyita aset Hendra Raharja. Saat itu, kata dia, transaksi Hendra yang buron ke Australia diketahui melalui IFTI. Ada aset Hendra Rahardja yang harus dikejar berupa uang berkisar 634 ribu dolar Australia. "Aset yang di Sidney berhasil dikembalikan ke Indonesia," ujarnya.
Wakil Kepala PPATK Agus Santoso menambahkan, tindak pidana luar biasa lainnya seperti terorisme dan narkoba ke luar negeri bakal lebih mudah dideteksi dengan adanya IFTI. "Dengan IFTI, pasti bisa meringkus jaringan mafia internasional," tuturnya.
Tidak hanya itu, lanjutnya, sudah ada informasi adanya aliran dana mencurigakan ke Australia kemudian ke negara lain dari Indonesia. Sumber dana transfer tersebut diduga berasal dari hasil tindak pidana korupsi.