EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemilihan umum (pemilu) yang akan berlangsung 2014 mendatang diproyeksikan menyumbang pertumbuhan ekonomi 0,32 persen. Rinciannya 0,13 persen sepanjang 2013 dan 0,19 persen sepanjang 2014.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) terpilih, Perry Warjiyo, perkiraan sumbangan pertumbuhan ekonomi 2013-2014 lebih rendah dari pada tambahan yang terakumulasi pada pemilu 2008-2009. "Pada 2008, dampak tambahan pada pertumbuhan ekonomi 0,23 persen dan 2009 sebanyak 0,26 persen," kata Perry dijumpai di Gedung BI Jakarta, Jumat (12/4).
BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional pada 2013 berkisar 6,2-6,6 persen. Sedangkan pertumbuhan ekonomi 2014 berkisar 6,3-6,8 persen. Salah satu sebabnya adalah masih kuatnya konsumsi swasta didukung perbaikan daya beli masyarakat dan kepercayaan konsumen.
Perry mengestimasikan pengeluaran untuk kampanye per calon legislatif (caleg) berkisar Rp 500 juta hingga Rp 1,8 miliar selama empat kuartal. Biasanya, kampanye dimulai pada triwulan ketiga 2013 dan puncaknya triwulan pertama 2014 dan berakhir sekitar triwulan kedua 2014.
Pemilu 2014, kata Perry, diperkirakan akan diikuti 15 partai, terdiri dari 12 partai nasional dan tiga partai lokal. BI sudah memperhitungkan jumlah calon yang akan melakukan kampanye. BI memperkirakan total belanja pemilu sepanjang 2014 ini bisa mencapai Rp 44,1 triliun. Ini lebih rendah dibandingkan Rp 43,1 triliun pada 2009.
Biaya kampanye, kata Perry, biasanya lebih rendah untuk orang-orang terkenal, misalnya calon legislatif dari kalangan selebritis. Semakin baru sosok caleg, semakin tinggi biaya kampanye.
Dampak tambahan pemilu 2013-2014 lebih rendah dari 2008-2009 karena dua hal. Pertama, jumlah partai peserta pemilu 2014 lebih sedikit dibandingkan 44 partai, yang terdiri dari 38 partai di pusat dan enam partai lokal. Kedua, jumlah caleg juga diturunkan dari 120 persen dari jumlah kursi pada 2008-2009 menjadi 100 persen dari jumlah kursi 2013-2014.
Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN), Aviliani, mengatakan euforia pemilu tak berdampak begitu besar sumbangannya terjadap pertumbuhan ekonomi. "Yang meningkat itu adalah konsumsi," ujarnya. Misalnya, konsumsi untuk pengeluaran perlengkapan kampanye, seperti kaos, bendera, dan spanduk.
Konsumsi masyarakat dari sisi makanan dan minuman, kata Aviliani, juga meningkat. Sebab, terjadi pergerakan massa yang akhirnya mendongkrak pengeluaran. Aktivitas politik dipandang tidak menjadi kekhawatiran pelaku pasar.