EKBIS.CO, JAKARTA -- Deindustrialisasi atau penurunan kontribusi sektor industri pengolahan nonmigas terhadap perekonomian Indonesia menjadi pekerjaan rumah (PR) yang menghantui pemerintahan Prabowo Subianto. Ekonom senior dari Center of Reform on Economics (Core Indonesia) Hendri Saparini mengatakan deindustrialisasi akan menjadi salah satu hambatan dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi delapan persen.
"Tren pertumbuhan ekonomi kita semakin lama semakin rendah. Pertumbuhan ekonomi kita sangat medioker dan eksklusif. Padahal kita perlu pertumbuhan ekonomi tinggi dan inklusif untuk mencapai target delapan persen," ujar Hendri saat seminar nasional bertajuk "Urgensi Industrialisasi dalam Mencapai Target Pertumbuhan Delapan Persen" di Hotel Morrissey, Jakarta, Rabu (16/10/2024).
Hendri menyampaikan pemerintahan Prabowo harus memutus laju deindustrialisasi yang terjadi sejak 2007. Hendri menyampaikan peralihan kontribusi industri manufaktur ke sektor industri jasa tidak memberikan hasil yang signifikan terhadap perekonomian.
"Kalau diganti ke industri jasa yang punya nilai tambah tinggi bolehlah, seperti di Cina, tapi kita bergeser ke industri jasa karena tidak terserap di sektor formal, ini yang bermasalah," sambung Hendri.
Hendri dalam pertemuannya dengan Prabowo beberapa waktu lalu pernah mengutarakan industrialisasi akan menjadi sebuah lompatan besar dalam menggenjot target pertumbuhan ekonomi. Hendri menyebut Prabowo harus melakukan revitalisasi industri agar bisa memberikan dampak besar bagi ekonomi.
"Saat pertemuan dulu, Pak Prabowo bertanya permasalahan ekonomi kita seperti apa, saya bilang kalau kemiskinan dan pengangguran itu akarnya karena kita tidak mampu menggerakkan ekonomi. revitalisasi industri menjadi kunci dalam mengatasi persoalan kemiskinan, kesenjangan, dan pengangguran," lanjut Hendri.
Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan (PPN/Bappenas) Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan pemerintahan Prabowo menaruh perhatian penuh terhadap industrialisasi yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Amalia mencontohkan kontribusi manufaktur terhadap PDB yang sebesar 32 persen pada 2022 turun hingga 18,67 persen pada 2023.
"Ini tanda terjadinya deindustrialisasi dini. Pertumbuhan sektor manufaktur itu harus lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi. Saat ini pertumbuhan sektor manufaktur hanya empat persen atau di bawah persen yang sebesar lima persen," ujar Amalia.
Amalia mengatakan pemerintahan Prabowo membuat gebrakan baru dalam membangkitkan industrialisasi. Amalia menyampaikan fokus industrialisasi akan lebih terarah dalam lima tahun ke depan.
Amalia menyampaikan spesifikasi terhadap sektor industri tertentu juga telah dilakukan sejumlah negara lain. Hasilnya, ucap Amalia, berdampak siginifikan bagi pertumbuhan ekonomi negara-negara yang menerapkan strategi tersebut.
"Untuk itu akan lebih selektif, sektor industri prioritas lima tahun ke depan itu hilirisasi SDA unggulan, industri jasa, industri padat karya terampil, industri dasar, dan industri padat teknologi inovasi," kata Amalia.
Ketua Pengembangan Industri Logam dan Alat Transportasi, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) I Made Dana Tangkas berharap adanya perubahan besar dalam mendorong sektor industri di era pemerintahan Prabowo. Made menyampaikan deindustrialisasi yang terjadi selama ini berakibat negatif bagi perkembangan ekonomi Indonesia.
"Kontribusi industrialisasi terhadap ekonomi Indonesia masih kecil sekali. Tidak ada negara yang kuat kalau tidak punya industri yang maju," ujar Made.
Made berharap pemerintahan Prabowo memiliki terobosan dalam meningkatkan daya saing melalui penguatan sektor industri hingga dukungan berupa regulasi maupun infrastruktur bagi pelaku usaha dalam negeri.
"Kita berharap dukungan bagi industri yang mendapat prioritas untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pangsa pasar kita besar seharusnya bisa disuplai dari dalam negeri yang lebih murah dan cepat karena produksi di sini," kata Made.