EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia Telissa Aulia Felianty menilai permasalahan utang pemerintah seharusnya tidak hanya dilihat dari rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (RDB).
Menurut Telissa, rasio utang harus dilihat dari indikator penting lainnya yaitu rasio pajak terhadap PDB (tax ratio). "Utang bisa dibayar harus seiring dengan tax ratio (yang meningkat)," ujar Telissa kepada ROL, Senin (20/5).
Telissa menjelaskan, dari sisi rasio utang pemerintah terhadap PDB, Indonesia lebih baik dibandingkan Jepang maupun Amerika Serikat. Indonesia memiliki rasio setara 24 persen, sedangkan Jepang dan AS di atas batas aman 60 persen. Namun, tax ratio Indonesia dalam APBNP 2012 sebesar 11,9 persen, jauh lebih rendah dibandingkan kedua negara yang berada di kisaran 40 persen.
"Tax ratio harusnya naik pertanda pengelolaan anggaran yang baik. Rasio utang menurun, seharusnya tax ratio meningkat," kata Telissa.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, tax ratio sejak 2006 senantiasa fluktuatif. Namun, besarannya tidak melebihi 14 persen. Sebagai gambaran, pada 2006, tax ratio sebesar 12,3 persen. Angka ini meningkat menjadi 12,4 persen dan 13,3 persen pada 2007 dan 2008.
Namun, per 2009, tax ratio menurun menjadi 11 persen sebelum naik sedikit menjadi 11,9 persen di 2012. Pada 2013, tax ratio ditargetkan naik satu persen dibandingkan 2012.
Lebih lanjut, Telissa menjelaskan rasio utang terhadap pemerintah terhadap PDB itu adalah angka flow. Angka itu bukan menggambarkan stok utang terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Dibandingkan negara tetangga Thailand, stok utang kita terus meningkat. Per akhir April 2013, total utang pemerintah mencapai Rp 2.023,72 triliun.
"Ini bukan untuk menakut-nakuti. Tetapi agar kita waspada dan tidak termanjakan oleh satu indikator. Sebab kalau tidak, kita akan terus menambah utang untuk menutupi defisit yang membengkak," ujar Telissa.