EKBIS.CO, JAKARTA -- Ekonom Institute for Development of Economics and Finance Eko Listyanto menilai peningkatan dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, merupakan cerminan buruknya infrastruktur pelabuhan di Indonesia.
"Ini adalah kondisi riil di lapangan. Betapa infrastruktur pelabuhan belum memadai," kata Eko kepada Republika di Jakarta, Jumat (5/7).
Dwelling time merupakan ukuran waktu yang dibutuhkan kontainer sejak dibongkar dari kapal hingga keluar dari kawasan pelabuhan. Pada Januari silam, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan pemerintah berkomitmen menurunkan dwelling time dari 6,7 hari menjadi 4 hari.
Namun, dari waktu ke waktu, dwelling time mengalami peningkatan. Jika pada April dwelling time rata-rata 10 sampai 13 hari, pada Juni lalu dwelling time bertambah menjadi rata-rata 13 sampai 17 hari.
Menurut Eko, peningkatan dwelling time juga mengonfirmasi buruknya Logistic Performance Index (LPI). "Walaupun dari sisi peringkat Indonesia mengalami perbaikan dari peringkat 75 ke peringkat 59, tapi perbaikan peringkat itu lebih didorong oleh pihak swasta dibanding pemerintah," ujar Eko.
Ia mengatakan dwelling time yang terlalu lama akan berdampak kualitas barang yang diangkut, khususnya barang konsumsi. Lamanya dwelling time, ujar Eko, membuat tertahannya barang menjadi lebih lama.
Akibatnya, timbul spekulasi mengingat ketiadaan barang di lapangan yang berujung pada tingginya harga barang. Apa solusi untuk menurunkan dwelling time? Eko menyebut perlu upaya menyeluruh disertai pembenahan infrastruktur dan konektivitas.
"Selain itu, perlu juga akselerasi teknologi dan pembenahan reformasi birokrasi. Tak lupa evaluasi prosedur dan simplifikasi pengurusan barang," kata Eko.