EKBIS.CO, WASHINGTON -- Dana Moneter Internasional (IMF) pada Selasa (9/7) kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk 2013 menjadi 3,1 persen, karena penurunan di beberapa negara berkembang utama. Angka baru itu 0,2 persentase poin lebih rendah dari proyeksi yang dibuat pada April lalu.
Pertumbuhan ekonomi global yang lebih lambat "didorong sebagian besar oleh permintaan domestik yang lumayan lemah dan pertumbuhan lebih lambat di beberapa negara berkembang penting, serta oleh berlarut-larutnya resesi di kawasan euro," kata IMF dalam laporan World Economic Outlook terbarunya. Pemberi pinjaman global yang berbasis di Washington itu, juga merevisi turun proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia pada 2014 menjadi 3,8 persen, juga 0,2 persentase poin lebih rendah dari perkiraan yang dikeluarkan April.
"Risiko penurunan pada prospek pertumbuhan global masih mendominasi: sementara risiko lama tetap, risiko baru telah muncul, termasuk kemungkinan perlambatan pertumbuhan lebih lama di negara-negara berkembang, terutama mengingat potensi risiko pertumbuhan yang lebih rendah, kredit melambat, dan kemungkinan kondisi keuangan lebih ketat jika diperkirakan penghapusan stimulus kebijakan moneter di Amerika Serikat menyebabkan pembalikan arus modal berkelanjutan," kata laporan itu.
IMF mengatakan penurunan kinerja pertumbuhan ekonomi global disebabkan oleh tiga faktor. Pertama, pertumbuhan yang terus mengecewakan di negara-negara berkembang utama, mencerminkan, berbagai tingkatan, kemacetan infrastruktur dan keterbatasan kapasitas lain, pertumbuhan permintaan eksternal lebih lambat, harga komoditas yang lebih rendah, kekhawatiran stabilitas keuangan, dan, dalam beberapa kasus, dukungan kebijakan yang lebih lemah.
Pertumbuhan dimana-mana sedikit lebih lemah dari perkiraan April. "Negara-negara BRICS (Cina, Brazil, Rusia, India dan Afrika Selatan) telah mengalami pertumbuhan pesat," kata Kepala Ekonom IMF Olivier Blanchard dalam sebuah konferensi pers, Selasa (9/7).
IMF juga meproyeksikan perekonomian Cina akan turun ke pertumbuhan 7,8 persen pada 2013 dan 7,7 persen pada 2014. "Banyak negara-negara berkembang menghadapi trade-off (tarik-menarik) antara kebijakan makroekonomi untuk mendorong kegiatan ekonomi yang lemah dan upaya mereka mengatasi arus keluar modal," kata IMF.
Di negara-negara berkembang, pelonggaran moneter bisa menjadi pertahanan baris pertama terhadap risiko penurunan. "Dengan prospek pertumbuhan lebih lemah dan masalah-masalah peninggalan potensial dari periode pertumbuhan kredit pesat yang berkepanjangan, kerangka kebijakan harus siap untuk menangani kemungkinan peningkatan risiko stabilitas keuangan," kata laporan itu.
Kedua, resesi di kawasan euro adalah lebih dari yang diharapkan, karena permintaan rendah, kepercayaan tertekan dan neraca yang lemah berinteraksi memperburuk dampak terhadap pertumbuhan serta dampak dari kondisi fiskal dan keuangan yang ketat. Dalam laporan tersebut disebutkan bahwa kawasan euro akan tetap dalam resesi pada 2013, dengan kegiatan ekonomi mengalami kontraksi 0,6 persen. Pertumbuhan akan meningkat menjadi 0,9 persen pada 2014, 0,1 persentase poin lebih lemah dari proyeksi sebelumnya.
Ketiga, perekonomian AS telah berkembang dengan kecepatan yang lebih lemah, karena kontraksi fiskal yang lebih kuat membebani peningkatan permintaan swasta. IMF memperkirakan bahwa ekonomi AS akan tumbuh 1,7 persen pada 2013 sebelum menguat menjadi 2,7 persen pada 2014. Proyeksi IMF lebih pesimis dari prospek ekonomi terbaru Gedung Putih. Gedung Putih pada Senin (8/7) kemarin memperkirakan ekonomi AS akan tumbuh 2,0 persen tahun ini dan 3,1 persen pada 2014 karena berlanjutnya pemotongan belanja pemerintah.
IMF menyatakan negara-negara maju harus mempertahankan bauran kebijakan makroekonomi yang mendukung, dikombinasikan dengan rencana kredibel untuk mencapai utang jangka menengah berkelanjutan dan reformasi untuk mengembalikan neraca dan saluran kredit.
"Prospek pertumbuhan yang lebih lemah dan risiko baru meningkatkan tantangan baru untuk pertumbuhan dan lapangan pekerjaan global, serta penyeimbangan kembali global. Para pembuat kebijakan dimanapun perlu meningkatkan upaya untuk memastikan pertumbuhan yang kuat," kata laporan itu.