EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Megawati Institute, Arif Budimanta berharap penyampaian Pidato Nota Keuangan RAPBNP 2014 dapat menuntaskan janji pembangunan inklusif seperti yang dikampanyekan pada tahun 2009 yang lalu.
"Presiden SBY dalam visi misinya ketika kampanye capres 2009 mengedepankan strategi pembangunan inklusif (pemerataan akses dan aset pembangunan). Tetapi kenyataannya justru yg terjadi adalah pemusatan aset yang ditunjukkan oleh gini ratio yang semakin tinggi," ujar Arif dalam siaran persnya kepada ROL, Rabu (14/8).
Arif memaparkan, pada 2004 ketika Presiden SBY baru mulai berkuasa, angka gini ratio 0,32 dan 20 persen masyarakat berpendapatan tertinggi menguasai
40 persen pendapatan nasional.
''Kini gini ratio 0,41 dan 20 persen masyarat berpenghasilan tertinggi menguasai 48 persen pendapatan nasional,'' ungkap politikus PDI Perjuangan itu.
Selain itu, kata dia, dari sisi akses juga terjadi penurunan. ''Jika pada tahun 2010, setiap 1 persen pertumbuhan mampu membuka 567 ribu lapangan kerja baru, maka tahun 2012 berkurang hampir 300 persen yaitu menjadi 178 ribu lapangan kerja per 1 persen pertumbuhan.''
Di sisi lain, lanjut Arif, pembangunan inklusif juga mensyaratkan adanya akses stabilitas ekonomi rumah tangga yang ditunjukkan oleh stabilitas harga kebutuhan pokok dasar masyarakat.
"Tetapi justru harga-harga tersebut meningkat dengat pesat malah ada yg mencapai dua kali lipat dibandingkan dengan harga pada tahun 2009 seperti misalnya harga daging," tuturnya.
Arif menilai kebijakan fiskal yang selama 5 tahun terakhir ini cenderung ekspansif yang ditunjukkan dengan defisit APBN yg semakin membesar dan utang yang meningkat ternyata semakin menjauhkan partisipasi masa rakyat dalam pembangunan.
''Untuk itu kebijakan fiskal perlu dikonsolidasikan kembali agar makna pembangunan inklusif yang pernah didengung2kan itu bukanlah hanya jargon kampanye semata,'' kata Arif.