EKBIS.CO, JAKARTA -- Asumsi pertumbuhan ekonomi yang tertuang dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2014 sebesar 6,4 persen dinilai wajar dan memungkinkan untuk dicapai.
Kepala ekonom Bank BNI Ryan Kiryanto membenarkan kondisi perekonomian 2013 tidaklah menggembirakan. "Tapi tahun depan mestinya lebih baik," ujar Ryan kepada Republika, Senin (19/8).
Ryan menjelaskan kondisi perekonomian 2014 dari sisi eksternal akan lebih baik sejalan dengan perbaikan perekonomian Amerika Serikat, Eropa, Jepang dan Cina. Perbaikan ini akan turut mendorong peningkatan ekspor dalam negeri.
Kemudian dari sisi internal, kegiatan pemilu legislatif dan pemilu presiden dapat mendorong ekonomi tumbuh 0,3 sampai 0,5 persen.
"Itu dari sisi belanja pemerintah dan konsumsi rumah tangga. Namun dengan syarat, pemerintah melalui kementerian terkait tetap fokus pada bidang tugasnya masing-masing meskipun ada kegiatan politik," kata Ryan.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat menyampaikan RUU RAPBN 2014 mengungkapkan pertumbuhan ekonomi diharapkan mencapai 6,4 persen.
Angka ini lebih tinggi dibandingkan target yang tertuang dalam APBN Perubahan 2013 sebesar 6,3 persen. Target pertumbuhan 2014 juga lebih tinggi dibandingkan pencapaian sampai dengan semester I 2013 yaitu sebesar 5,92 persen.
Dengan rincian 6,0 persen di triwulan I 2013 dan 5,81 di triwulan II 2013. Sebagai gambaran, realisasi pertumbuhan 2012 sebesar 6,23 persen.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro menambahkan dari sisi pertumbuhan ekonomi, pemerintah harus memiliki optimisme kondisi perekonomian 2014 akan lebih baik dibandingkan 2013.
"Makanya kita ambil batas bawah. Kalau kita optimis sekali ya batas atas. Cuma kita ambil yang lebih moderat," kata Bambang.
Bambang menjelaskan banyak tantangan yang harus diatasi untuk mencapai target pertumbuhan tersebut. Secara ringkas, Bambang menyebut selain perlambatan perekonomian di AS dan Eropa, perlambatan perekonomian di negara-negara mitra dagang utama Indonesia seperti Cina, India dan negara-negara emerging market lainnya harus diwaspadai. Kemudian, terkait kebijakan likuiditas AS, Eropa dan Jepang.
Bambang mengatakan apabila AS misalnya, menghentikan kebijakan pelonggaran kuantitatif (quantitative easing), tentu akan berimbas pada sistem keuangan di dalam negeri.
Sedangkan dari sisi domestik, Bambang mengharapkan kegiatan pemilu 2014 dapat berjalan dengan lancar, sehingga dapat mendorong pertumbuhan.