EKBIS.CO, JAKARTA -- Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Darmin Nasution menilai akses dan kemampuan masyarakat terhadap jasa di sektor keuangan masih lemah. "Akses dan kemampuan masyarakat untuk memanfaatkan jasa keuangan masih sangat lemah karena dipicu pendapatan yang masih rendah," katanya dalam pidatonya pada acara 'Sosialisasi Undang-Undang Nomor I Tahun 2013 tentang Lembaga keuangan Mikro' di Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (22/8).
Darmin mengatakan masih lemahnya akses dan kemampuan masyarakat terhadap jasa keuangan bisa terlihat dari rasio kredit terhadap produk domestik bruto (PDB) yang masih berada di level 32 persen. "Kredit terhadap PDB kita tidak melampaui 32 persen. Angka ini sangat rendah bila dibanding dengan Malaysia yang mencapai 110 persen," ucapnya.
Bahkan, dia juga menyebutkan rasio kredit terhadap PDB Cina mencapai 140 persen. "Saya kira China sama seperti kita karena bekas negara komunis, ternyata rasio kreditnya terhadap PDB mencapai 140 persen," ujarnya.
Mantan Gubernur Bank Indonesia itu mengatakan faktor yang memicu rendahnya rasio kredit itu, yakni kecilnya stimulus dan insentif. "Sebuah bangsa yang maju adalah dimana lembaga ekonomi atau jasa keuangan bisa hadir di masyarakat," tukasnya.
Karena itu, Darmin menilai jasa keuangan, seperti lembaga keuangan mikro (LKM) harus didukung dengan undang-undang, seperti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013. "Lembaga ekonomi tidak akan terlengkapi jika tidak ada undang-undangnya. Undang-undang tersebut bukan hanya semangat tetapi harus cermat dirumuskan," tuturnya.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 disebutkan LKM berbentuk badan hukum dan pelaksanaannya diserahkan kepada pemerintah daerah (pemda), seperti gubernur, bupati atau wali kota atau badan usaha milik desa/kelurahan. Badan hukum LKM tersebut bisa berbentuk koperasi atau perseroan terbatas. Untuk peseroan terbatas sahamnya paling sedikit 60 persen dimiliki pemda.
Darmin mengatakan kegiatan dalam LKM tersebut tidak boleh terlepas dari pengawasan, yakni yang diamanatkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). "Agar lebih terstruktur, terkendalikan dan tidak ada 'kecelakaan' serta berbarengan dengan financial inclusion," katanya.
Namun, dia mengatakan bukan hanya OJK, tapi pemerintah dan BI harus bersinergi dalam mengambil peran dalam kegiatan pengawasan maupun pembinaan LKM. Dia juga mengimbau untuk lebih menggiatkan sosialisasi LKM serta kebijakan-kebijakan terkait hal itu.
"Kita tidak boleh bermimpi dengan adanya satu atau dua kebijakan dan jangan jadikan masyarakat sebagai beban sosialisasi dengan adanya lembaga atau kebijakan baru karena mereka bekerja lebih keras daripada kita, seharusnya mereka mendapatkan ruang yang lebih," paparnya.