EKBIS.CO, JAKARTA -- Krisis di Suriah telah menciptakan gejolak baru di pasar keuangan dunia. Hal ini disebabkan sejumlah negara seperti Amerika Serikat, Prancis, dan Inggris berencana akan melakukan intervensi militer di kawasan tersebut.
Staf khusus presiden bidang ekonomi Firmanzah mengatakan, ketidakpastian kawasan (uncertainty territory) semakin meluas dan kompleks.
Padahal, sebelumnya, ekonomi global ‘hanya’ menunggu kepastian tentang keputusan Bank Sentral Amerika Serikat untuk mengurangi stimulus moneter tahap ketiga atau quantitative easing.
“Dunia tiba-tiba mendapatkan wilayah ketidakpastian baru yaitu terkait dengan krisis di Suriah. Rencana pemerintah Amerika Serikat, Perancis dan Inggris dalam intervensi militer ke Suriah telah menciptakan gejolak baru di pasar keuangan dunia,” katanya, Rabu (28/8).
Kekhawatiran tersebut memicu terganggunya pasokan minyak mentah dunia. Hal itu juga mengakibatkan sejumlah saham industri dan perusahaan yang memiliki komponen biaya minyak dalam fungsi produksi akan mengalami lonjakan ongkos produksi akibat kenaikan harga minyak mentah.
Akibatnya, lanjut mantan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu, sejumlah indeks pasar saham global berjatuhan, Selasa (27/8) kemarin.
“Tidak hanya di Indonesia tetapi juga di Tokyo, AS, bursa-bursa saham Asia di Filipina, Korea Selatan, Malaysia, Thailand, termasuk Indonesia yang mengalami tekanan aksi jual,” kata Firmanzah.
Bukan hanya indeks harga saham, menurut Firmanzah, nilai tukar mata uang juga terus mengalami tekanan di banyak negara, termasuk dolar Australia mengalami pelemahan yang cukup tajam.
Sebagaimana diketahui, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam perdagangan Selasa (27/8) ditutup di level 3.967 atau terkoreksi turun 152,83 basis dibanding perdagangan hari sebelumnya.
Sementara itu pada penutupan Selasa (27/8) nilai kurs tengah Rupiah berdasarkan Bank Indonesia ditutup melemah pada level Rp 10.883 per dollar AS.