EKBIS.CO, Melewati bulan Ramadhan kemarin saya mengamati maraknya baju muslim yang dijual di mana-mana. Saya berjalan-jalan mulai dari pasar-pasar yang ramai seperti trade center hingga butik-butik. Di tiap lantai banyak sekali baju muslim dijual.
Menurut saya, bagus juga prospeknya untuk bisnis sendiri. Sekarang banyak orang berminat pada baju muslim. Tidak hanya perempuan tetapi laki-laki, mulai dari anak sampai bapak-bapak, juga senang memakainya.
Yang saya tanyakan bagaimana cara memulainya. Setahu saya memang ada toko grosir yang menyediakan baju muslim, tetapi membelinya barangkali harus dalam jumlah yang banyak. Bagaimana cara menjual yang baik? Saya sedang bersemangat pada bisnis ini.
Terima kasih atas bantuannya.
Lilis J
Jakarta
Jawab:
Ibu Lilis yang sedang bersemangat,
Wah, tampaknya Ibu sudah jatuh hati pada bisnis baju muslim ya. Saya sependapat dengan Ibu kalau bisnis ini prospeknya bagus. Kalau mau diukur indikatornya gampang. Lihat saja permintaan terhadap baju muslim yang terus meningkat. Saya juga suka ke trade center dan memang kios-kios yang menjual baju muslim bertambah banyak. Apa artinya? Artinya pasarnya besar dan tampaknya belum jenuh.Bagaimana memulainya? Sebetulnya Ibu sudah melakukan langkah-langkah awal dalam memulai usaha bisnis baju atau pakaian muslim. Ibu setidaknya sudah melakukan survei pasar dengan melihat kecenderungan orang berbelanja baju muslim. Ibu sudah pula mencoba mencari sumber pemasoknya, yaitu grosir yang menjual baju muslim. Nah, sekarang mari kita bahas lebih dalam.
Menurut Ibu, pakaian muslim yang bagaimana dan seperti apa yang akan Ibu jual. Maksud saya, konsumen itu bermacam-macam dan bahkan terbagi-bagi dalam beberapa kategori. Misalnya, apakah konsumen yang akan Ibu tuju termasuk dalam kelompok ekonomi kelas atas, menengah, atau bawah? Konsumen Ibu adalah anak-anak atau orang dewasa? Jika orang dewasa apakah laki-laki saja, perempuan saja atau kedua-duanya.
Ekspektasi atau harapan konsumen kelompok ekonomi kelas atas terhadap pakaian muslim yang akan digunakannya pasti berbeda dengan ekspektasi atau harapan konsumen kelompok kelas bawah. Di sini lah Ibu harus pandai-pandai untuk mengetahui apa ekspektasi mereka.
Misalnya, boleh jadi untuk kelompok kelas atas, sangat sensitif terhadap jenis bahan pakaiannya. Maunya katun seratus persen atau sutra. Juga motif bordirnya rapi, tidak ada kerutan dan motifnya beda. Untuk kelompok ini, harga mungkin tidak jadi masalah utama.
Ini akan berbeda jika Ibu mau membidik pasar konsumen kelompok ekonomi kelas bawah. Umumnya, untuk kelompok konsumen ini harga merupakan pertimbangan utama dalam membeli pakaian muslim. Motif bordir dan jenis bahan pakaian bisa jadi menjadi urutan kesekian dalam membeli.
Berikutnya adalah bagaimana cara Ibu menjual. Apakah Ibu ingin punya butik sebagai tempat menjualnya. Atau kios kecil saja, seperti yang ada di trade center. Dari tempat menjualnya pasti Ibu juga sudah tahu, model konsumen mana yang akan mampir dan membeli di tempat menjual Ibu. Ya, butik umumnya akan dihampiri oleh konsumen kelas menengah ke atas, sedangkan kios akan banyak dihampiri oleh konsumen kelas menengah bawah.
Ada satu cara lagi, yaitu dengan menawarkan langsung pada kolega, rekan kerja dan handai taulan yang Ibu kenal. Cara ini cukup efektif, bahkan dengan cara ini pemasaran produk jadi tidak memerlukan tempat menjual. Istilahnya adalah berjualan dari mulut ke mulut. Ada rekan saya yang menggunakan cara ini, dan omzetnya bisa mencapai puluhan juta per bulan.
Hal lain yang perlu Ibu perhatikan adalah bagaimana Ibu memperoleh keuntungan (profit). Rumus mendapatkan keuntungan kita semua sudah tahu, harga jual dikurangi harga beli dan ongkos lainnya. Jadi, amatlah penting Ibu mendapatkan harga beli yang serendah-rendahnya. Mendapatkan sumber pemasok, seperti toko grosir yang Ibu ceritakan di atas, adalah hal pokok. Dan tentu saja, supaya tidak terjadi ketergantungan pada satu pemasok, Ibu juga hendaknya mencari beberapa sumber pemasok sehingga model pakaian muslim bisa bertambah banyak. Barangkali juga Ibu bisa mendapatkan sumber yang memiliki harga lebih rendah lagi.
Bagaimana kalau membuat pakaian muslim sendiri? Ini juga bagus. Pemasoknya berubah. Jika tadi pemasoknya adalah toko grosir pakaian muslim, kini toko-toko bahan pakaian, benang untuk bordir, dan perlengkapan lainnya.
Menurut saya, jika ingin membuat pakaian muslim sendiri, pantasnya tempat menjualnya adalah butik. Karena dengan demikian Ibu bisa berkreasi apa saja. Dan karena di butik, Ibu tidak harus memproduksi dengan jumlah yang banyak. Cukup satu sampai lima saja. Risikonya, harga jualnya bisa jauh lebih mahal. Apalagi jika butik Ibu sudah banyak dikenal orang.
Terakhir yang bisa saya sampaikan adalah sangat penting menjaga hubungan dengan konsumen atau pelanggan kita. Sekarang ini sedang jamannya relational marketing. Berbaik-baik dengan konsumen. Melayaninya dengan prima akan membuat konsumen merasa terikat dengan Ibu. Penjelasan ini sekaligus menjawab pertanyaan Ibu. Semoga bermanfaat