EKBIS.CO, JAKARTA— Pelaku bisnis busana Muslim berharap pemerintah membebaskan pajak pertambahan nilai (PPN) agar kuat bersaing di pasar global.
"Kita melihat bahwa subsidi pajak itu penting sekali dengan adanya persaingan global seperti saat ini, pemain-pemain UKM ini perlu dibesarkan," kata pendiri perusahaan perdagangan busana Muslim daring, Hijup.com, Diajeng Lestari, usai diterima Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka Jakarta, Kamis (31/1).
Ia mengungkapkan, pelaku bisnis busana Muslim di Indonesia sebagian besar sekitar 98 persen adalah usaha kecil menengah (UKM) sehingga perlu dikuatkan.
"Jadi saat ini mungkin kita bisa dibilang masih bibit-bibit, belum berbuah. Jadi kita ingin naik kelas dulu levelnya. Jadi menengah dan menjadi besar sehingga kita bisa lebih menuai hasilnya," katanya.
Diajeng mengatakan, saat ini pelaku bisnis busana mMuslim Indonesia bersaing, bukan hanya dari level UKM melainkan harus bersaing dengan pemain global.
"Karena kita lihat banyak dari brand-brand internasional, multinational company itu juga menyasar market populasi Muslim, ini terutama di Indonesia," katanya.
Diajeng menilai Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, memiliki potensi yang luar biasa untuk industri halal (Islamic industry), salah satunya mode fasyen atau Islamic fashion.
"Fashion Muslim minta dukungan kepada Jokowi tentunya secara konkrit, misalnya dari sisi penguatan hulu dan penguatan hilirnya dan juga regulasi-regulasi yang menstimulus berkembangnya UKM-UKM fashion Muslim di Indonesia," harapnya.
Saat diterima di Istana Merdeka, istri dari pendiri Bukalapak.com Achmad Zaky ini menyebutkan Indonesia adalah negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, berdasarkan data Global Islamic Economy Index, pasar Indonesia mencapai 20 miliar dolar AS atau nomor tiga terbesar seluruh dunia.
"Dan di sini nilai ekspor kita 0,5 miliar dolar AS, jadi dari sisi produksi kita mungkin kita perlu meningkatkan dari sisi itu," katanya.
Diajeng Lestari mengatakan pasar global 2017 tercatat 270 miliar dolar AS dan diprediksi 2023 naik menjadi 361 miliar dolar. "Tentunya ini ketika kita berproduksi lebih besar lagi," harapnya.