EKBIS.CO, JAKARTA -- Indonesia berhasil mengusulkan prakarsa untuk mengembangkan perdagangan produk-produk unggulan seperti minyak sawit mentah (CPO), karet, dan rotan yang berkontribusi tidak hanya terhadap pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif, tetapi juga akan mendorong pembangunan pedesaan dan pengentasan kemiskinan.
Prakarsa ini telah disepakati para Menteri Perdagangan (mendag) Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) dalam pertemuannya pada 4-5 Oktober 2013 di Bali dan akan direfleksikan secara umum dalam Deklarasi Pemimpin APEC.
"Apa yang kita usulkan dan diterima oleh Ekonomi APEC untuk dikembangkan lebih lanjut adalah sebuah konsep yang lebih besar dari sekadar menambahkan produk ke dalam APEC daftar produk ramah lingkungan (EG List) yang berorientasi komersial," kata Mendag Indonesia Gita Wirjawan seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Senin (7/10).
Dia menambahkan, prakarsa Indonesia ini juga akan memberi kontribusi bagi pembangunan pedesaan dan pengentasan kemiskinan yang pada gilirannya akan meningkatkan kesadaran akan pentingnya pelestarian lingkungan karena masyarakat pedesaan merasakan langsung manfaat ekonominya.
Menurut Gita, pendekatan pertumbuhan berkelanjutan dan inklusif dalam prakarsa ini sangat sejalan dengan aspirasi yang dibawakan Indonesia di berbagai forum yaitu pentingnya memberikan perhatian khusus pada masalah kesenjangan pembangunan yang dihadapi ekonomi berkembang.
Prakarsa ini juga sejalan dengan tema dan prioritas APEC tahun ini yang secara tidak langsung hendak membawa kerja sama APEC kembali ke Deklarasi Bogor 1994.
"Bila Deklarasi Bogor tahun 1994 dipelajari dengan seksama, maka semangat yang divisualisasikan oleh para Pemimpin APEC pada saat itu adalah sebuah kawasan Asia-Pasifik yang bebas dan terbuka dalam hal perdagangan dan investasi, tetapi juga kawasan yang mengedepankan pemerataan keadilan," ujarnya.
Berdasarkan sudut pandang inilah, kata Gita, maka Indonesia mengajukan proposal yang ternyata cukup menarik sehingga Cina dan Papua Nugini langsung menyatakan diri menjadi co-sponsor.
Kerangka waktu yang ditargetkan bagi prakarsa ini akan sama dengan APEC EG List, yakni pada 2015. Prakarsa Indonesia ini dapat dikatakan baru pertama ditelurkan dalam forum APEC karena mengkombinasikan pendekatan liberalisasi dengan pertumbuhan berkelanjutan dan inklusif, pembangunan pedesaan dan pengentasan kemiskinan.
"Term of Reference akan segera disusun bersama oleh pemrakarsa dan co-sponsor untuk memulai sebuah analisis guna menjabarkan lebih lanjut parameter yang diusulkan (sustainable, inclusive, rural development, poverty alleviation) sebagai filter untuk menyaring produk-produk yang ditargetkan," tuturnya.
Lebih lanjut Gita mengatakan, selain Cina dan Papua Nugini, beberapa ekonomi APEC lainnya juga menunjukkan minatnya untuk bekerja sama dengan Indonesia membangun dan menjalankan prakarsa ini. Malaysia, misalnya, berminat untuk bergabung sebagai sesama penghasil CPO.
Sementara itu Peru juga mengindikasikan keinginannya untuk segera bergabung karena ingin memajukan produk organik yang banyak dikembangkan di pedesaan.