Kamis 24 Oct 2013 16:42 WIB

Kemenperin Nilai 'Konyol; Aturan Pembatasan Perluasan Kawasan Industri

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Nidia Zuraya
Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur
Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur

EKBIS.CO, JAKARTA – Direktur Jenderal (Dirjen) Pengembangan Perwilayahan Industri (PPI) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Indonesia Dedi Mulyadi menilai peraturan menteri agraria yaitu pembatasan perluasan kawasan industri.

Peraturan yang dimaksud Dedi adalah peraturan menteri agraria mengenai pembatasan perluasan kawasan industri yang memuat ketentuan luas kawasan industri maksimal 400 hektare (ha) area per perusahaan tiap provinsi, atau luas keseluruhannya yaitu 2 ribu ha di seluruh wilayah Indonesia.

‘’Kalau perluasan kawasan industri dibatasi jadi  400 ha itu konyol,’’ katanya saat pembukaan rapat kerja nasional (rakernas) HKI ke-15 yang mengambil tema ‘’ Hukum Pertanahan dan Tantangan Investasi Global (Menyongsong RUU Pertanahan)’’ di Jakarta, Kamis (24/10).

Apalagi, kata Dedi, jika wacana pembatasan perluasan kawasan industri diperkecil maksimal jadi 200 ha. Menurutnya wacana itu adalah hal yang tidak masuk akal.

Dedi menuturkam, satu pabrik saja membutuhkan lahan 200 ha. Apalagi pengembangan kawasan industri yang terintegras dan berorientasi membutuhkan lahan sedikitnya 1.000 ha. ‘’Mudah-mudahan (aturan ini) diberi kelapangan. Dialog tripartit akan bermanfaat,’’ tuturnya.

Persoalan lainnya yaitu aturan peraturan pemerintah (PP) no 24 tahun 2009 tentang kawasan industri. Jadi, kata Dedi, PP tersebut tidak efektif. Dia mencontohkan, kota seperti di Purwakarta, Jawa Barat memiliki kawasan industri. ‘’Tetapi mereka memberi izin pengembangan industri di luar kawasan industri. Berarti PP itu tidak efektif,’’ ucapnya.

Dia menegaskan, seharusnya ada sanksi tegas untuk kabupaten atau pejabat memberikan izin dukungan pengembangan industri diluar kawasan industri dengan hukuman pidana.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement