EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemodalan bank syariah menipis. Hal tersebut terlihat dari rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) yang menurun. Berdasarkan Statistik Perbankan Syariah yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI), CAR bank syariah pada Agustus tercatat sebesar 14,71 persen. Bulan Sebelumnya, CAR tercatat sebesar 15,28 persen.
Kepala Bisnis Syariah OCBC NISP, Koko T Rachmadi, mengatakan CAR mengalami penurunan karena pembiayaan naik kencang. Pada September 2013, Unit usaha syariah (UUS) PT Bank OCBC NISP Tbk memiliki CAR sebesar 10,1 persen. "CAR menurun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya," ujar Koko, Selasa (29/10).
UUS OCBC NISP menyalurkan pembiayaan sebesar Rp 1,23 triliun per akhir September 2013. Angka tersebut nyaris 2 persen dari total kredit perseroan yang mencapai Rp 61,51 triliun pada akhir September 2013.
Dari sisi pembiayaan yang sebesar Rp 1,23 triliun, tercatat seluruhnya masih fokus ke sektor perumahan dengan akad musyarakah mutanaqisah (MMQ) dan murabahah. Sementara aset UUS OCBC NISP tumbuh 107 persen dari Rp 782 miliar menjadi Rp 1,62 triliun.
Koko mengatakan OCBC NISP berencana untuk menambah modal secepatnya. "Kita ada rencana untuk strategic action," ujar dia. Direktur Bank OCBC NISP, Hartati, mengatakan OCBC NISP berencana menaikan modal sebesar Rp 100 miliar.
Sementara itu, CAR Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) tercatat lebih tinggi daripada CAR BUS/UUS. Dari data BI, CAR BPRS tercatat sebesar 22,1 persen pada Agustus 2013, meningkat tipis dari Juli 2013 sebesar 22,09 persen. Koko mengatakan CAR BPRS tercatat lebih tinggi karena modal yang besar dan pertumbuhan yang kecil. "Sedangkan bank-bank nasional modalnya pas-pasan dan bisnisnya berkembang," ujar dia.
Mantan Gubernur BI, Darmin Nasution, mengatakan perbankan syariah harus memiliki permodalan yang kuat agar mampu mengelola dana. Ia menjelaskan bahwa secara infrastruktur, lembaga keuangan syariah sudah siap. "Mereka memiliki kapasitas untuk mengalokasikan dana segar masyarakat yang nilainya triliunan itu ke berbagai segmen pembiayaan," ujar Darmin.
Ia mengatakan kekuatan modal dari pengelola dana itu tetap harus menjadi utama. Hal ini dilakukan untuk menghindari risiko terhadap dana masyarakat. "Tentu saja dalam setiap pengelolaan dana, kekuatan modal menjadi hal utama," ujar Darmin. Untuk penempatan dan pengelolaan, pengelola dana akan menentukan apakah semuanya diserahkan atau dialokasikan pada satu tempat saja atau dipisah-pisah.