Rabu 06 Nov 2013 07:43 WIB

Dinilai Tak Tepat Sasaran, Subsidi BBM Bakal Dihapus?

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Heri Ruslan
 Petugas mengisikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi atau premium pada mobil mewah di sebuah SPBU (ilustrasi).
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Petugas mengisikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi atau premium pada mobil mewah di sebuah SPBU (ilustrasi).

EKBIS.CO,   JAKARTA -- Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia pekan lalu melahirkan beberapa langkah prioritas yang diharapkan dapat menjadi terobosan bagi pertumbuhan dan iklim ekonomi nasional.  Selain pengenaan pajak infrastruktur, Kadin mengusulkan penghapusan subsidi bahan bakar minyak (BBM).

Ketua Umum Kadin Suryo Bambang Sulisto mengatakan anggaran subsidi BBM selama ini tidaklah tepat sasaran karena sebagian besar dinikmati oleh masyarakat mampu.  Seharusnya, anggaran itu bisa dialokasikan untuk percepatan pembangunan infrastruktur dan pengembangan perekonomian daerah. 

Menanggapi usulan tersebut, Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada Tony Prasetyantono mengatakan, penghapusan subsidi BBM tidak bisa dilakukan seketika.  Penghapusan itu hanya dapat dilakukan secara bertahap dan tentu dibutuhkan rentang waktu yang lama. 

"Jika itu dilakukan pun, artinya setiap tahun akan terjadi kenaikan harga BBM," kata Tony kepada Republika, Rabu (6/11).  Sebagai gambaran, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2013, subsidi BBM mencapai Rp 199,85 triliun.  Kemudian pada APBN 2014, alokasinya bertambah menjadi Rp 210,7 triliun.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ujar Tony, tidak akan mungkin menaikkan harga BBM pada 2014 karena langkah itu akan mencoreng citranya.  Sedangkan Presiden baru yang terpilih 2014 juga tidak akan berani mengambil kebijakan itu sebab baru menjabat.  "Jadi, ide ini baru akan bisa dimulai 2015," kata Tony.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan subsidi BBM akan terus menjadi persoalan dari tahun ke tahun.  Sebab, lifting minyak tidak mengalami peningkatan secara signifikan dan energi alternatif sebagai substitusi BBM tidak dikembangkan secara masif.

"Masyarakat pun tidak ada alternatif selain mengonsumsi BBM, akibat kurang berkembangnya energi alternatif maupun energi terbarukan," ujar Eko.  Oleh karena itu, Eko menyarankan agar dibuat road map (peta jalan) yang tegas dan jelas mengenai pengurangan subsidi BBM secara bertahap. 

Pengurangan itu harus paralel dengan peningkatan produksi dan pemanfaatan energi alternatif yang dapat mengimbangi konsumsi.  "Yang sangat mungkin cepat terlihat dampaknya adalah beralih ke gas," kata Eko. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement