EKBIS.CO, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai dukungan terkait kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) belum maksimal. Di satu sisi, pemerintah mendorong perbankan untuk menyalurkan sebanyak 20 persen kreditnya kepada UMKM.
Tapi di sisi lainnya, UMKM ditargetkan bisa memberikan laba yang besar dengan pemberlakuan suku bunga yang tinggi. "Kita ingin suku bunga UMKM rendah, jangan suku bunganya mahal. Cukup 12 persen," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Industri Non-Bank (OJK) Firdaus Djaelani, Senin (12/11).
Namun OJK tidak punya kewenangan untuk menjamin suku bunga untuk UMKM menjadi lebih rendah. Saat ini OJK berupaya menurunkan suku bunga dengan memperbanyak pelaku pasar masuk ke sektor UMKM. Dengan pasar yang lebih banyak, diharapkan suku bunga UMKM di masa depan bisa ditekan.
Saat ini OJK melihat bahwa banyak bank yang tidak bisa memenuhi target penyaluran kredit sebanyak 20 persen. Dengan tuntutan laba yang tinggi, perbankan akan berpikir ulang untuk memenuhi himbauan pemerintah . "OJK akan mencoba mengharmonisasi penyaluran ini agar target terpenuhi," katanya.
OJK juga mendorong agar semakin banyak perusahaan penjamin kredit, utamanya di daerah-daerah. Caranya dengan menggandeng pemerintah daerah membangun lembaga jaminan kredit daerah (Jamkrida). Harapannya agar Jamkrida mampu memenuhi kekurangan persyaratan yang menjadi ganjalan para pelaku UMKM, seperti misalnya tidak adanya agunan yang cukup. "Saat ini jamkrida sedang dikembangkan di Jawa Barat, Jawa Timur, Bali dan Riau," katanya.
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang UKM Erwin Aksa mengatakan idealnya suku bunga yang dikenakan pada pelaku UKM seharusnya bisa dibawah suku bunga perusahaan besar yaitu sekitar 9,5 hingga 10 persen atau sama.
Namun besarnya bunga bukan menjadi persoalan utama. Berdasarkan survey yang dilakukan Kadin, pelaku UKM lebih menginginkan kemudahan pengambilan kredit, kemudahan akses perbankan, serta tidak perlu memakai jaminan. "Ini perlu jalan keluar, misalnya saja kredit untuk industri kreatif yang modalnya manusia itu sendiri," katanya.
Untuk itu ia melihat diperlukan relaksasi aturan dalam pengambilan kredit. Selama ini pelaku UMKM disulitkan dengan persoalan administrasi sehingga biaya yang dikeluarkan tinggi. Perbankan dikatakan wajar menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit untuk meminimalisir resiko. Ia pun mendukung keberadaan lembaga penjamin kredit untuk didirikan di daerah-daerah sentra UMKM.