Kamis 21 Nov 2013 16:08 WIB

Swasembada Kedelai Dipaksakan

Rep: Meiliani Fauziah/ Red: Nidia Zuraya
Lahan pertanian kedelai
Foto: rri.co.id
Lahan pertanian kedelai

EKBIS.CO, JAKARTA -- Sebagai tanaman sub tropik, peluang kedelai untuk tumbuh subur di Indonesia minim. Keterbatasan lahan pertanian pun menyebabkan kedelai sulit untuk digenjot produksinya. "Kita tidak punya cukup potensi untuk menjadikan kedelai lokal punya daya saing," ujar Direktur Pemasaran Domestik Kementerian Pertanian (Kementan) Sri Kuntarsih, Kamis (21/11).

Apabila swasembada kedelai tetap ingin diwujudkan, maka teknologi pengolahan kedelai juga harus tersedia. Diperlukan terobosan yang bisa diaplikasikan oleh petani kedelai agar produknya bisa diterima industri.

Selain itu, Sri melihat bahwa industri tahu dan tempe khususnya lebih memilih kedelai impor dibandingkan lokal untuk bahan baku. Karakter kedelai lokal hanya disukai sebagai panganan orang di pedesaan, bukan industri. Jadi tidak mengherankan apabila petani enggan bertanam kedelai.

Keterbatasan lahan memang menjadi ganjalan produktivitas pertania. Peneliti dari Pusat Studi Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP) Adi Setyanto mengatakan keterbatasan lahan menjadi masalah laten. Kebanyakan lahan yang ada sudah terlanjur dikapling, misalnya untuk Hak Guna Usaha (HGU). Banyak pihak yang merasa keberatan apabila lahan-lahan ini hendak dikelola untuk pertanian. "Walaupun lahan dan tanah itu kosong, nganggur dan sebagainya," katanya.

Ia juga melihat bahwa Kementan kerap membuat aneka program tanpa pendekatan yang tepat. Padahal dari segi teknologi misalnya, tidak semua rencana bisa diwujudkan dengan teknologi yang minim. Seharusnya pemerintah cukup fokus memilih program yang fasilitasnya mendukung dan bisa dilaksanakan dengan baik.

Peneliti utama PSEKP Erwidodo mengatakan harga kedelai terus meningkat seiring dengan meningkatnya harga kedelai impor akibat depresiasi nilai tukar. Untuk itu pemerintah perlu mengkombinasikan peran Bulog sebagai pengelola stok penyangga. "Stok penyangga Bulog masih diperlukan namun volumenya akan relatif kecil," katanya.

Agar stabilisasi harga kedelai berjalan efektif, pemerintah disarankan untuk menerapkan tarif impor optimum agar Bulog dan Importir Terdaftar (IT) bisa terus melakukan impor sepanjang membayar tarif yang berlaku. Selanjutnya Bulog dapat menjalankan perannya untuk mengamankan harga, mengisi stok penyangga dan menjual kedelai saat harga pasar melebihi HPP.

Penentuan harga kedelai yang terburu-buru menunjukkan bahwa pemerintah belum fokus dalam memfungsikan Sistem Resi Gudang (SRG). Padahal SRG sangat penting untuk mengindari kerugian akibat anjloknya harga saat panen. SRG cocok diterapkan untuk komoditas pertanian yang rentan terhadap fluktuasi harga.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement