EKBIS.CO, JAKARTA -- Pelemahan nilai tukar rupiah hingga penutupan Kamis sore menjadi Rp11.702 per dolar AS, menurut Menteri Keuangan Chatib Basri dipicu kekhawatiran dari pelaku pasar atas potensi "tapering off" atau penghentian program stimulus dari Bank Sentral AS (The Fed).
"Semua melemah di regional hari ini, kelihatannya memang ada kekhawatiran mengenai 'tapering off' walaupun Bernanke menyatakan quantitative easing (program stimulus) masih akan berlanjut," katanya saat ditemui di Jakarta, Kamis (21/11).
Chatib mengatakan pelemahan nilai tukar terhadap dolar AS merupakan fenomena global yang juga dialami mata uang lain. Kondisi ini menjadi faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya depresiasi rupiah dalam beberapa hari terakhir.
Ia menambahkan, faktor lain yang menjadi penyebab pelemahan rupiah adalah kebutuhan valas yang meningkat menjelang akhir bulan, dan Bank Indonesia tidak melakukan upaya intervensi terhadap fenomena bulanan tersebut.
"Setiap akhir bulan kebutuhan valas meningkat, dan sekarang Bank Indonesia, setahu saya tidak melakukan intervensi. Jadi kalau ada permintaan valas, nilai kurs akan mengikuti saja," ujarnya.
Menurut dia, pelemahan rupiah saat ini merupakan momentum bagus untuk memperkecil defisit neraca transaksi berjalan, karena membuat harga barang impor menjadi mahal dan barang ekspor lebih murah.
"'Bagaimanapun ini bagus, karena akan membuat harga impor menjadi lebih mahal, ekspornya murah sehingga defisit di 'current account'nya menjadi lebih kecil," kata Chatib.
Mata uang rupiah melanjutkan pelemahan menjadi Rp11.702 per dolar AS setelah hasil pertemuan the Fed memicu spekulasi di pasar bahwa stimulus keuangan kemungkinan dipangkas lebih cepat dari perkiraan.
Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis sore, bergerak melemah sebesar 42 poin menjadi Rp11.702 dibanding posisi sebelumnya (20/11) Rp11.660 per dolar AS.