EKBIS.CO, MATARAM Kepala daerah di Nusa Tenggara Barat telah menerbitkan 241 izin usaha pertambangan, namun sebagian besar penerima izin tersebut baru sampai tahap eksplorasi atau penjelajahan/pencarian kandungan material tambang.
"Hanya sebagian kecil yang memasuki tahapan eksploitasi, umumnya baru tahapan eksplorasi," kata Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamebn) Provinsi NTB M Husni ketika dihubungi di Mataram, Ahad.
Ia mengatakan, sejauh ini bupati/wali kota di wilayah NTB sudah menerbitkan 241 izin pertambangan, terbanyak di Pulau Sumbawa.
Selain itu, pemerintah pusat menerbitkan dua izin pertambangan berbentuk Kontrak Karya (KK) yang diberikan kepada PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) untuk wilayah penambangan emas dan mineral ikutannya di Kabupaten Sumbawa Barat dan Sumbawa, dan PT Sumbawa Timur Mining, di Kabupaten Dompu dan Bima.
Dari 241 izin pertambangan yang diterbitkan di daerah, sebanyak 64 izin berbentuk Izin Usaha Pertambangan (IUP) logam, 19 IUP bukan logan, dan 158 IUP untuk pasir dan batu.
Jnis komoditas pertambangan logam yaitu emas (Au), tembaga (Cu), perak (Ag), mangan (Mn), pasir besi dan bijih besi (Fe), timah hitam (Pb).
Dari semua izin pertambangan baik KK maupun IUP itu, sebanyak 18 izin di antaranya beroperasi di Pulau Lombok, selebihnya di Pulau Sumbawa bagian barat dan timur.
Kendati demikian, semua izin pertambangan itu masih harus disesuaikan dengan wilayah pertambangan (WP) yang sudah diajukan untuk ditetapkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) namun belum juga ditetapkan hingga kini.
"Aktivitas pertambangan itu baru dapat dilaksanakan jika sudah didukung semua perizinan, termasuk yang berkaitan dengan wilayah pertambangan rakyat, agar tidak memunculkan konflik dengan masyarakat," ujarnya.
Husni mengakui, Pemerintah Provinsi NTB tengah menunggu penetapan WP provinsi, sebagai rujukan untuk pengajuan usulan penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) di kabupaten/kota.
Pemerintah Provinsi NTB sudah berkoordinasi dengan Kementerian ESDM terkait penetapan WP provinsi, sebagaimana diamanatkan Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
Awal 2011, Pemprov NTB mengajukan usul penetapan WP kepada Kementerian ESDM sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan dan PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan.
Luas WP yang direncanakan Pemprov NTB yakni 891.590 Hektare atau 44,24 persen dari total luas daratan NTB).
Rinciannya, WP di dalam kawasan hutan seluas 479.311,13 Hektare (53,75 persen) dan WP di luar kawasan hutan seluas 412.278,87 hektare (46,25 persen).
Sementara luas wilayah izin untuk seluruh kawasan andalan darat mencapai 569.125,55 Hektare atau 28,24 persen luas daratan Provinsi NTB.
Luas WP akan berkurang seiring dengan perubahan status pengusahaan dari tahapan eksplorasi ke operasi produksi dan kontribusi sektor pertambangan pada pembentukan PDRB NTB.
Menteri ESDM yang berkewenangan menetapkan WP di wilayah provinsi, namun baru akan menetapkan WP itu setelah mendapat persetujuan dari DPR.
Setelah penetapan WP baru ditindaklanjuti dengan penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WP) yang berlokasi di kabupaten/kota.
"Sampai saat ini belum ada kejelasan soal penetapan WP, apalagi WPR. Katanya sudah dikaji di Kementerian ESDM kemudian direkomendasikan ke DPR untuk mendapat persetujuan. Tapi hingga kini DPR belum merampungkan kajiannya itu," ujarnya.
Padahal, penetapan WP dan WPR itu amat penting karena sejauh ini aktivitas penambangan tradisional di Pulau Lombok dan Sumbawa dikategori ilegal.
Hingga kini, ribuan orang terus beraktivitas secara tradisional di sejumlah lokasi penambangan dalam wilayah NTB seperti di Pegunungan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat dan di Pegunungan Olat Labaong, Kabupaten Sumbawa.
"D isisi lain kelompok masyarakat tertentu terus mengkritisi pemerintah daerah agar menyikapi aktivitas penambangan ilegal itu. Tentu saja, masalahnya terus berlanjut," ujarnya.
Terkait pertambangan ilegal itu, Pemerintah Kabupaten Lombok Barat dan Kabupaten Sumbawa Barat, telah mengajukan usul ke provinsi untuk ditindaklanjuti ke Kementerian ESDM agar mendapatkan penetapan WPR di lokasi penambangan yang hingga kini masih ilegal itu.