Ahad 08 Dec 2013 19:44 WIB

Praktisi: Banyak 'Trader' Eksploitasi UU Migas

Red: Julkifli Marbun
BPH Migas
Foto: IST
BPH Migas

REPUBLIKA, SURABAYA -- Praktisi minyak dan gas bumi (migas), Erie Soedarmo, menyatakan "trader" yang tumbuh dan mengembangkan bisnis migas di Tanah Air banyak yang menyalahgunakan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas.

"Kondisi itu kesalahan fatal. Terlebih jika para 'trader' tersebut memiliki fasilitas dengan cara difasilitasi dan menekan perusahaan lain," katanya saat dihubungi dari Surabaya, Minggu.

Oleh sebab itu, ia menilai ada baiknya UU Nomor 22/2001 tersebut harus segera direvisi, apalagi dikeluarkannya Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), dan Peraturan Menteri (Permen) idealnya dijadikan dasar untuk mengatur kehidupan bersama dalam rangka mewujudkan tujuan bernegara yang dicita-citakan dalam UUD 1945.

"Dengan adannya UU, PP dan Permen, maka dapat mengatur kekuasaan pemerintah, hak rakyat, dan hubungan di antara keduanya," ujarnya.

Namun, jelas dia, pada masa kini berbagai aturan tersebut sering dijadikan alat untuk menekan pihak lain atau justru memunculkan berkembangnnya "broker" maupun "trader".

Walau demikian, pihaknya membenarkan bahwa UU 22/2001 mengenal adanya "trader" sebagai salah satu bagian dari rantai bisnis migas.

"Adanya 'trader' ini juga dipertegas dengan adannya PP Nomor 36/2004 dan Peraturan Menteri ESDM 19/2009 yang mengakomodasi 'trader' tanpa fasilitas untuk bermain di sektor hilir gas," katanya.

Tetapi, tambah dia, tanpa adanya pengaturan atau metoda pemetaan (kodifikasi) bisnis hilir yang komprehensif maka mengakibatkan "trader" tersebut hanya sebagi "broker" calo dengan kekuatan politik di belakangnya.

"Padahal dalam pasar terbuka tidak boleh ada yang memiliki fasilitas dengan cara difasilitasi," katanya.

Idealnya, penerapan "open access" bisa berjalan di negara yang telah memiliki infrastruktur gas cukup memadai. Dengan cara itu para "trader" tersebut bisa berkembang. Kini yang harus diingat sesuai dalam UU 22/2001 adalah mengamanahkan "open access" tidak hanya bicara pipa gas.

"Namun lebih ke pembangunan infrastruktur gas lain. Seperti Terminal 'Compressed Natural Gas' (CNG), 'Liquefied Natural Gas' (LNG), dan Adsorbed Natural Gas (ANG). Dalam pengembangan sektor migas, tidak bisa bicara sepotong saja di pipa gas," tegasnya.

Mengenai langkah yang harus segera dilakukan pemerintah, lanjut dia, khususnya untuk mengatasi pertikaian antar dua BUMN penyalur gas ini adalah dengan membentuk BUMN khusus.

"Pada masa mendatang, BUMN khusus itu akan membangun infrastruktur gas, baik itu pipa transmisi, distribusi, FSRU, terminal LNG, dan segala yang terkait dengan fasilitas gas," katanya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement