EKBIS.CO, JAKARTA--Anggota Komisi VII (Bidang Energi) DPR RI Dewi Aryani meminta Pertamina untuk mengklarifikasi soal kerugian terkait dengan alasan menaikkan harga liquified petroleum gas (elpiji) per 1 Januari lalu.
"Harus diklarifikasi yang merugi itu Pertamina sebagai 'holding company' (perusahaan induk) atau hanya 'business unit' elpiji saja? Ini jangan menjebak rakyat seolah-olah rakyat bersalah dan tidak mendukung Pertamina kalau menolak kenaikan harga elpiji," katanya melalui surat elektroniknya kepada Antara di Semarang, Sabtu malam.
Pertamina sendiri, lanjut Dr. Dewi Aryani, M.Si., mendeklarasikan dirinya sebagai lokomotif perekonomian bangsa. Hal ini harusnya menjadi kunci bahwa setiap kebijakan Pertamina seyogianya mempertimbangan berbagai aspek selain komersial (untung rugi) saja.
Dewi yang juga Duta UI Reformasi Birokrasi Indonesia menegaskan bahwa posisi Pertamina bukanlah sebagai perusahaan biasa, melainkan perusahaan milik negara yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang notabene uang rakyat.
Calon tetap anggota DPR RI nomor urut 2 dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah IX(Kabupaten Brebes, Kota/Kabupaten Tegal) itu menyebutkan bahwa Pertamina memiliki "core business" (bisnis utama) di dua sektor, yakni hulu dan hilir.
Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI itu lantas memaparkan bisnis Pertamina di hulu, yakni eksplorasi dan produksi minyak, gas, dan panas bumi, sedangkan hilir pengolahan, pemasaran dan niaga, serta perkapalan.
Menurut Dewi, kilang LNG Pertamina di Arun enam unit pengolahan (train) dan Bontang delapan train. Kapasitas Arun 12,5 juta ton, LNG Badak 18,5 juta ton, serta menghasilkan elpiji di Brandan, Dumai, Musi, Cilacap, Balikpapan, Balongan, dan Mundu.
"Dari sini Pertamina harus transparan kepada rakyat soal 'cost production' elpiji selama ini berapa? Berapa harga pokok elpiji di pasaran?" katanya.