EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengamat menilai kebijakan ekonomi yang akan diambil pemerintah baru masih akan bergantung pada defisit transaksi berjalan. Defisit transaksi berjalan menjadi masalah ekonomi Indonesia.
Bank Indonesia (BI) mencatat defisit transaksi berjalan 2013 mencapai 3,5 persen dari PDB. Sedangkan untuk tahun ini bisa di bawah 3 persen.
Ekonom dari Standard Chartered, Fauzi Ichsan, mengatakan kebijakan ekonomi Indonesia pada 2-3 tahun ke depan masih bergantung pada defisit transaksi berjalan. Ia menilai salah satu cara yang tepat untuk menekan defisit adalah menguransi subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Namun hal itu tidak bisa segera dilakukan karena bukan kebijakan yang populis.
Ekspor juga akan sulit untuk memperbaiki defisit tersebut. Ekspor Indonesia didominasi oleh komoditas. Sedangkan harga komoditas saat ini tengah anjlok.
"Artinya, untuk mengurangi defisit transaksi berjalan tersebut impor harus dikurangi. Caranya dengan menaikan suku bunga," ujar Fauzi dalam Seminar Ekonomi Standard Chartered bertema 'Global Research Briefing 2014: Rising East, Emerging West', Senin (27/1).
Ia menilai suku bunga acuan atau BI Rate masih akan naik sekitar 50 basis poin (bps) pada semester I-2014. Sedangkan pada akhir 2014, BI Rate diperkirakan berada 8-8,5 persen.
Ekonomi dunia pada 2014 diperkirakan membaik. Standard Chartered memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global sebesar 3,5 persen, lebih tinggi dari 2013 yang hanya sebesar 2,7 persen. Fauzi mengatakan membaiknya ekonomi dunia tak serta merta positif bagi Indonesia.
"Membaiknya ekonomi AS, berarti quantitative easing akan berakhir 2014," ujar dia. Kendati demikian, ke depannya dengan terus membaiknya perekonomian dunia, ekspor non-komoditas Indonesia juga akan membaik.