EKBIS.CO, JAKARTA -- Para pemangku kebijakan dan pelaku di bidang ekonomi menyiratkan optimisme dalam mengarungi tahun kuda kayu. Meskipun begitu, sikap ini harus disertai kehati-hatian mengingat sejumlah tantangan pada perekonomian dalam negeri yang masih mengadang.
Perekonomian 2014 adalah masa transisi yang harus dilalui dengan mulus sebelum masa ekspansi setahun setelahnya. Demikian benang merah seminar bertajuk "Making 2014 The Year of Economic and Business Confidence" di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Kamis (30/1).
Chatib Basri mengatakan, tidak seharusnya pesimisme mencuat dalam memandang kondisi perekonomian domestik 2014. Hal tersebut disebabkan, negara-negara lain, termasuk negara maju, justru memandang prospek ekonomi Indonesia tetap cerah di antara negara-negara emerging market lainnya.
Indikator-indikator yang disorot oleh Chatib adalah pertumbuhan ekonomi, inflasi hingga penerbitan surat utang atawa obligasi. "IMF proyeksikan pertumbuhan kita 5,3 persen, tapi kita perkirakan 5,7 sampai 5,8 persen," ujar Chatib.Kemudian, realisasi inflasi berdasarkan data BPS sepanjang 2013 tercatat 8,38 persen atau lebih rendah dibanding proyeksi pemerintah 9,0 persen dan Bank Indonesia 9,8 persen.
Sementara obligasi yang dilempar pemerintah ke pasar pun laku keras. Misalnya, surat utang global yang membukukan incoming bid (penawaran yang masuk) 17,5 miliar dolar AS atau lebih tinggi dari besaran yang dilepas 3 miliar dolar AS. Pun dengan surat berharga syariah negara (SBSN) atau sukuk, yang mencatatkan incoming bid Rp 5 triliun sampai Rp 6 triliun dari target Rp 1,5 triliun. "Jadi, kita bisa lihat apetite market baik," kata Chatib.
Menurut Chatib, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, masih berada dalam nilai yang stabil. Berdasarkan data yang ada, IHSG berada pada posisi 4.406,67 sedangkan rupiah menurut kurs tengah Bank Indonesia berada pada posisi Rp 12.226 per dolar AS. "Rupiah more or less stable, stock market juga," kata Chatib menegaskan.
PR pada 2014, ujar Chatib, adalah defisit transaksi berjalan yang sepanjang 2013 diproyeksikan di bawah 3,0 persen dari PDB.PR lainnya adalah menjada aliran modal masuk (capital inflow) tetap terjaga.
Menurut Chatib, Kementerian Keuangan tengah menyiapkan aturan untuk menjaga agar capital inflow tetap terjadi pada 2014. Hal ini krusial mengingat Indonesia menganut rezim devisa bebas dan capital control tidak dimungkinkan.
"Harus ada insentif agar tak terjadi capital outflow. Dengan begini, arus modal masuk, khususnya investasi tetap terjaga. "Stabilitas makroekonomi harus dijaga," kata mantan Kepala BKPM ini seraya menyebut aturannya akan rampung maksimal dua bulan ke depan.