EKBIS.CO, JAKARTA -- Satuan Kerja Khusus Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melaksanakan penandatanganan enam kontrak penjualan gas bumi ke pembeli domestik.
Plt Kepala SKK Migas J Widjonarko di Jakarta, Kamis (13/3) mengatakan, total volume gas adalah 915,22 triliun British thermal unit (TBTU) dengan tambahan penerimaan negara hingga akhir kontrak senilai 2,28 miliar dolar atau Rp 25 triliun. "Kami harapkan penyaluran gas terlaksana, sehingga potensi penerimaan negara bisa terealisasi," ujarnya usai menyaksikan penandatanganan tersebut.
Keenam kontrak yang ditandatangani adalah amandemen ketiga perjanjian jual beli gas (PJBG) antara PT PGN Tbk dan ConocoPhillips Grissik Ltd untuk Batam I dengan volume 225 TBTU atau 50 miliar British thermal unit per hari (BBTUD). Lalu, amandemen PJBG PGN dan ConocoPhillips Grissik untuk Batam II dengan volume 65,8 TBTU atau 12 BBTUD.
Amandemen kedua PJBG PT Chevron Pacific Indonesia dan PT Pertamina Hulu Energi Jambi Merang-Talisman (Jambi Merang)-Pacific Oil and Gas (Jambi Merang) Ltd 58,57 TBTU atau 16 BBTUD. Amandemen PJBG PLN dan Total E&P Indonesie-Inpex Corporation 6,55 TBTU atau 2,33 BBTUD.
Selanjutnya, PJBG PT Panca Amara Utama dan PT PHE Tomori Sulawesi-PT Medco E&P Tomori Sulawesi-Tomori E&P Limited 248,2 miliar kaki kubik (BSCF) atau 55 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Terakhir, penandatanganan pokok-pokok perjanjian (HoA) antara PT Petrokimia Gresik dan Husky CNOOC Madura Ltd sebesar 311 BSCF atau 85 MMSCFD.
SKK Migas mencatat, alokasi gas bumi untuk domestik meningkat rata-rata sembilan persen per tahun sejak 2003. Pada 2013, alokasi gas untuk domestik mencapai 3.774 BBTUD atau sebesar 52,1 persen dari total penyaluran gas.
Sementara, pada 2012, alokasi gas untuk pasar domestik sebesar 3.550 BBTUD atau 49,5 persen dari total penyaluran gas. Untuk 2014, SKK Migas menargetkan alokasi gas bumi untuk domestik naik menjadi 3.782 BBTUD atau 52,7 persen dari komitmen kontrak.
Widjonarko menambahkan, pemanfaatan gas domestik akan makin optimal kalau didukung ketersediaan infrastrukturnya. "Ketiadaan infrastruktur menjadi kendala penyaluran gas secara optimal, meski di sisi hulu sudah siap," ujarnya.