EKBIS.CO, BADUNG -- Salah satu permasalahan yang berpotensi mengganggu pasar industri makanan dan minuman adalah isu pengenaan cukai terhadap minuman ringan berkarbonasi. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sebagai salah satu stake holder di bidang industri makanan dan minuman berpandangan pengenaan minuman berkarbonasi tidak perlu dilakukan.
Demikian disampaikan Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Agro Kemenperin Enny Ratnaningtyas dalam workshop pendalaman kebijakan industri untuk wartawan di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, akhir pekan ini. Dalam kesempatan itu, Enny mencoba menjelaskan duduk perkara terkait rencana kebijakan yang kerap disebut dengan 'cukai soda' itu.
Menurut Enny, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan telah mewacanakan pengenaan cukai terhadap sejumlah aspek seperti minuman berkarbonasi hingga emisi kendaraan bermotor sejak 2011 silam. Kemudian, Kementerian Perindustrian melalui Surat Nomor 88 per tanggal 1 Maret 2013 telah mengungkapkan keberatan ihwal rencana cukai soda.
Alasannya adalah minuman berkarbonasi tidak terindikasi mengganggu kesehatan. Dalam konteks ini, Enny mengutip hasil penelitian Profesor Made Astawan dari Institut Pertanian Bogor (IPB). Hasil penelitiannya menyimpulkan, kenaikan kadar gula dalam tubuh manusia bukan disebabkan oleh gula yang terkandung dalam minuman berkarbonasi. "Tapi pola konsumsinya. Ini lebih ke arah sana," kata Enny.
Selain itu, rendahnya tingkat konsumsi per kapita masyarakat Indonesia terhadap cukai menjadi alasan berikutnya. Pasalnya, konsumsi masyarakat Indonesia hanya sekitar 2,4 liter per kapita per tahun atau jauh lebih rendah dibanding Meksiko 160 liter per tahun.
Akibatnya di Meksiko, dikenakan cukai 8 sen mengingat concern pemerintah terhadap kesehatan masyarakatnya. "Kita dengan 2,4 liter, tidak terindikasi menyebabkan gangguan kesehatan," ujar Enny.
Alasan ketiga adalah penelitian Lembaga Penyelidikan dan Ekonomi Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia pada 2013. Dalam kajiannya disebutkan, apabila cukai dikenakan terhadap minuman berkarbonasi, berpotensi mengganggu perekonomian, khususnya dari sisi ketenagakerjaan.
Sementara alasan terakhir keberatan Kementerian Perindustrian adalah minuman berkarbonasi bukan barang yang konsumsinya perlu diawasi seperti rokok dan minuman beralkohol. "Jadi, posisi Kementerian Perindustrian, mestinya untuk minuman berkarbonasi tidak perlu dikenakan," kata Enny.