Selasa 18 Mar 2014 15:03 WIB

Bank Dunia: Indonesia Masih Hadapi Sejumlah Tantangan

Red: Citra Listya Rini
Bank Dunia
Bank Dunia

EKBIS.CO, JAKARTA -- Ekonom Utama Bank Dunia Jim Brumby memperkirakan perekonomian Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan. Menyoal tingkat investasi yang tidak menentu serta penurunan sektor ekspor, yang menekan pertumbuhan ekonomi pada angka 5,3 persen di 2014.

"Pertumbuhan global menunjukkan sinyal positif, namun Indonesia menghadapi berbagai tantangan, termasuk nilai tukar perdagangan yang tidak berubah, suku bunga lebih tinggi dan ketidakpastian kebijakan," katanya dalam pemaparan di Jakarta, Selasa (18/3).

Jim menjelaskan tantangan terbaru yang dihadapi oleh Indonesia adalah terkait pelarangan sebagian ekspor mineral yang telah meningkatkan ketidakpastian di kalangan investor jangka panjang serta menambah beban APBN.

Bank Dunia memprediksi pelarangan tersebut akan berdampak negatif terhadap perdagangan bersih sebesar 12,5 miliar dolar AS dan kerugian dalam penerimaan fiskal dari royalti, pajak ekspor dan pajak penghasilan badan sejumlah 6,5 miliar dolar hingga tiga tahun mendatang.

Untuk itu, melaksanakan reformasi kebijakan serta mengurangi ketidakpastian kebijakan, merupakan upaya yang dapat dilakukan pemerintah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, yang telah mencapai 5,7 persen pada 2013.

"Melihat risiko ekonomi yang berkelanjutan dan agenda pembangunan Indonesia yang ambisius, pengurangan ketidakpastian kebijakan dan kelanjutan reformasi patut dijadikan prioritas," kata Jim.

Jim menambahkan salah satu reformasi kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah adalah menyesuaikan harga BBM untuk mengurangi beban belanja subsidi energi yang diperkirakan meningkat dari alokasi dalam APBN 2014.

Bank Dunia memperkirakan belanja subsidi akan meningkat hingga mencapai sekitar 2,6 persen terhadap PDB, bandingkan dengan 2,2 persen dari PDB pada 2013, apabila tidak ada penyusunan kebijakan yang berorientasi masa depan.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement