EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi Aceh meminta Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian Keuangan, untuk segera membahas status aset PT Arun NGL Co. Hal tersebut tak lepas dari berakhirnya operasional salah satu aset utama PT Arun NGL Co. yaitu kilang LNG pada Oktober 2014.
"Kami sudah mengirim surat ke bapak menkeu, bermohon kesediaan beliau untuk bertemu mendiskusikan usulan pemerintah daerah ini. Karena waktunya sudah sangat mendesak yaitu Oktober 2014. Jadi, jangan sampai tepat pada waktunya nanti, aset yang nilainya tinggi ini, tidak jelas kepemilikannya," ujar Ketua Pelaksana Tim Transisi Pengelolaan dan Pemanfaatan Aset-aset PT Arun NGL Co. Ramli Djaafar kepada ROL, Senin (21/4).
Dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan aset eks PT Arun NGL Co., Pemprov Aceh melalui Surat Gubernur No. 538/41893 tertanggal 24 Juli 2013 kepada Presiden Republik Indonesia telah mengajukan permohonan hibah aset eks PT Arun NGL Co. di Lhokseumawe kepada Pemprov Aceh. Tembusan surat disampaikan pula kepada sejumlah pejabat seperti Menteri Sekretaris Negara, Menteri Sekretaris Kabinet, Menteri Keuangan, Menteri Badan Usaha Milik Negara dan Menteri Badan Usaha Milik Negara.
Pemprov Aceh juga telah mengirimkan proposal Pengelolaan dan Pemanfaatan aset eks PT Arun NGL Co pada 24 Juli 2013 serta surat kepada Menkeu Nomor 538/1463 per 16 Januari 2014 tentang Permohonan Hak Pengelolaan Aset Eks PT Arun NGL Co.Pemprov Aceh telah mengirimkan surat tertanggal 4 April 2014 berisi permohonan untuk pertemuan/audiensi membahas hibah aset eks PT Arun NGL Co. dengan Menkeu. Namun sampai saat ini, Ramli menyebut surat Pemprov Aceh belum memperoleh jawaban.
Menurut Ramli, Pemrov Aceh berharap dapat mengelola dan memanfaatkan aset PT Arun NGL Co. Aset-aset itu meliputi fasilitas/peralatan produksi, fasilitas storage yard, pelabuhan, jaringan pipa transmisi, fasilitas perbengkelan/pemeliharaan, fasilitas perkantoran dan fasilitas perumahan, termasuk semua sarana pendukungnya. Keberhasilan pemerintah Negeri Tanah Rencong di sektor pertanian melalui surplus produksi gabah, jagung maupun kedelai, belum menjawab permasalah utama di Aceh.
"Permasalahannya adalah pengangguran. Pengangguran ini hanya bisa dijawab dengan industri. Lapangan kerja itu hanya bisa dijawab dengan industri," kata Ramli.
"Inilah harapan masyarakat Aceh ke pemerintah pusat. Seharusnya, pemerintah pusat mendukung karena di Aceh belum ada suatu kawasan industri," tambah Ramli.