Senin 05 May 2014 19:21 WIB

HPP Gula Jauh dari Harapan Petani Tebu, Produksi Akan Turun?

Red: Taufik Rachman
Petani tebu  (ilustrasi)
Foto: Antara
Petani tebu (ilustrasi)

EKBIS.CO, SURABAYA--Asosiasi Gula Indonesia berpendapat penetapan harga patokan petani gula sebesar Rp8.250 per kilogram pada musim giling 2014, berpotensi menurunkan motivasi petani dalam melakukan budidaya tanaman tebu.

"HPP (harga patokan petani) itu jelas sangat jauh dari harapan petani dan usulan DGI (Dewan Gula Indonesia) sebesar Rp9.500 per kilogram. HPP yang terlalu rendah kurang memotivasi petani di tengah meningkatnya biaya produksi gula," kata Senior Advisor Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Adig Suwandi di Surabaya, Senin.

Ia mengemukakan hal itu menanggapi keputusan Kementerian Perdagangan yang menetapkan HPP gula sebesar Rp8.250 per kilogram pada musim giling tahun ini.

"HPP ditetapkan sebesar Rp 8.250 per kilogram, surat akan dikirim hari ini kepada Ketua Dewan Gula," kata Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dalam jumpa pers di Jakarta, Senin.

Lutfi menjelaskan berdasarkan surat dari Kementerian Pertanian pada 8 April 2014 menyebutkan bahwa rendemen gula pada tahun ini sebesar 8,07 persen, dan dengan rendemen tersebut, maka ditetapkan biaya pokok produksi (BPP) sebesar Rp7.892 perkilogram.

"Dengan dasar itu dan semua pertimbangan, maka kami merasa adanya keberpihakan pada petani untuk memberikan keuntungan bagi mereka di atas BPP sebesar Rp350 perkilogram," kata Lutfi.

Besaran HPP tersebut hanya naik tipis dibanding HPP gula dalam dua tahun terakhir yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp8.100 perkilogram.

Kendati harga gula secara riil ditentukan mekanisme pasar, lanjut Adig Suwandi, tetapi HPP selalu menjadi acuan pedagang saat menawar gula pada kegiatan lelang, sehingga ada semacam kondisi psikologis yang sudah tercipta.

"Justru yang harus dilakukan pemerintah saat ini adalah mengendalikan stok gula, salah satunya dengan mencegah masuknya gula rafinasi ke pasar eceran," kata Adig, yang juga Sekretaris Perusahaan PTPN XI itu.

Selain itu, impor "raw sugar" (gula kristal mentah) sebaiknya juga dikaji ulang sampai kontrak-kontrak pembelian dengan industri makanan dan minuman penggunaannya jelas.

"Saat ini, petani dan pabrik gula menghadapi situasi yang sangat berat akibat masih menumpuknya sekitar 800.000 ton gula hasil giling 2013 yang belum terjual. Kondisi ini terjadi karena melimpahnya stok gula di pasaran," tambahnya.

Dengan masih melimpahnya stok, ia mengkhawatirkan gula hasil giling 2014 terancam tidak terjual."Kuncinya memang terletak pada pengendalian stok agar harga gula ikut terjaga dengan baik dan petani mendapatkan keuntungan," katanya.

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement