EKBIS.CO, JAKARTA -- Perbankan nasional mencatatkan kenaikan rasio kredit bermasalah (NPL) di sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Oleh karena itu, Bank Indonesia (BI) tengah memonitor hal tersebut.
"Kita akan lihat apakah tren itu hanya terjadi di beberapa bank saja atau terjadi juga di seluruh bank," ujar Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah baru-baru ini. BI akan bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam memonitor NPL perbankan tersebut.
Berdasarkan data BI, seluruh segmen kredit UMKM mengalami peningkatan NPL pada triwulan I-2014. Total NPL UMKM di seluruh bank di Indonesia tercatat sebesar 3,67 persen. NPL tertinggi pada sektor kredit kecil, yakni 4,75 persen. Sedangkan kredit menengah dan kredit mikro memiliki NPL masing-masing sebesar 3,22 persen dan 2,88 persen.
Berdasarkan kegiatan usaha atau BUKU, rasio NPL untuk segmen kredit mikro terkonsentrasi pada bank BUKU 1 atau bank bermodal inti dari Rp 100 miliar sampai Rp 1 triliun dan bank BUKU 2 atau bank bermodal inti dari Rp 1 triliun sampai Rp 5 triliun. Di bank BUKU 1, NPL mikro, kecil dan menengah masing-masing tercatat sebesar 7,09 persen, 4,41 persen dan 2,45 persen. Total NPL UMKM di bank BUKU 1 sebesar 3,74 persen.
Bank BUKU 2 mencatatkan NPL tertinggi di semua sektor. NPL kredit mikro, kecil dan menengah masing-masing tercatat sebesar 8,34 persen, 5,68 persen, dan 5,12 persen. Sehingga total NPL UMKM di bank BUKU 2 sebesar 5,71 persen.
Bank BUKU 3 atau bank bermodal inti dari Rp 5 triliun hingga Rp 30 triliun mencatatkan NPL UMKM terendah dengan total sebesar 2,99 persen. NPL kredit mikro, kecil dan menengah masing-masing tercatat sebesar 1,86 persen, 4,78 persen, dan 2,63 persen.
Sementara bank BUKU 4 atau bank bermodal inti lebih dari Rp 30 triliun mencatatkan total NPL UMKM sebesar 3,44 persen dengan masing-masing NPL kredit mikro, kecil dan menengah masing-masing tercatat sebesar 2,06 persen, 4,49 persen, dan 3,40 persen.
Halim mengatakan, faktor kenaikan NPL tersebut masih akan diteliti, tetapi kemungkinan disebabkan persaingan yang makin ketat di sektor riil. Faktor lainnya adalah kenaikan suku bunga. "Bisa juga karena penurunan pendapatan masyarakat. Mereka beralih ke barang yang lebih murah dari Cina," ujarnya.
Setelah memonitor, BI dan OJK akan mengambil langkah-langkah, misalnya meninjau ulang Peraturan BI (PBI) tentang menyalurkan kredit untuk UMKM senilai 20 persen dari portfolio. "Tahun lalu ada PBI mewajbkan bank untuk mencapai 20 persen. Kita lihat kita akan perpanjang, supaya mereka tidak ngoyo mengejar ekspansi di UMKM," ujarnya.
Menurut dia, jangan sampai bank terbebani dengan aturan yang mengejar kredit umkm. Namun, perbankan juga jangan sampai meninggalkan akses bagi masyarakat kecil untuk mendapatkan kredit.