Kamis 22 May 2014 23:20 WIB

Menperin: PPnBM Ponsel Masih Didiskusikan

Red: Yudha Manggala P Putra
Menperin MS Hidayat
Menperin MS Hidayat

EKBIS.CO, BANDUNG -- Perumusan regulasi penerapan Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM) terhadap produk ponsel impor yang masuk Indonesia kini belum menemui kesepakatan bulat, melainkan baru mencapai 60 persen, kata Menteri Perindustrian MS Hidayat.

"Itu belum diputuskan, masih menjadi wacana dan saat ini baru mencapai 60 persen kesepakatan," kata Hidayat selepas membuka Pameran Produksi Indonesia (PPI) 2014 di Bandung, Kamis.

Perumusan PPnBM terhadap ponsel impor masih didiskusikan antara Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan dan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan. "Nanti masih akan kami bahas di dalam rapat di antara Kemenperin, Kemendag dan BKF Kemenkeu," katanya.

Ia menegaskan bahwa regulasi PPnBM terhadap ponsel tujuannya jelas demi melindungi industri nasional sekaligus substitusi impor dalam komoditas tersebut.

"Kebijakan perindustrian kita sekarang semua tujuannya agar industri nasional tumbuh, terutama dapat menjadi substitusi impor, mulai dari baja hingga semua produk yang dikomsumsi, termasuk ponsel," ujarnya.

Besaran PPnBM itu belum ditentukan secara resmi, namun berdasarkan wacana awal yang diusulkan, akan dikenakan pajak sekitar 20 persen. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2013 impor telepon seluler ke Indonesia mencapai 16.470 ton atau senilai Rp33,4 triliun atau setara dengan 2,79 miliar dollar AS.

Telepon seluler juga menjadi komoditas dengan nilai impor terbesar kedua setelah komponen minyak dan gas bumi (migas). Sedangkan dalam kelompok nonmigas, telepon seluler yang merupakan barang konsumsi ini berada di urutan teratas.

Negara asal impor telepon seluler terbesar adalah Tiongkok dengan 13.116 ton atau 1,6 miliar dollar AS. Kemudian Vietnam dengan 1.426 ton atau 607,1 juta dollar AS, dan selanjutnya Meksiko 239 ton atau senilai 203,6 juta dollar AS.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement