EKBIS.CO, TOKYO – Saham industri tenaga atom untuk pasokan listrik global berada pada level terendah sejak dekade 1980-an, menyusul penutupan reaktor nuklir Jepang sebagai buntut dari bencana Fukushima. Nilai saham ini berkemungkinan bakal anjlok lebih rendah lagi jika tidak diiringi dengan pembangunan reaktor baru yang besar.
Perkiraan tersebut menjadi salah satu kesimpulan utama dari Laporan Status Industri Nuklir Dunia 2014, seperti dilansir Reuters, Rabu (30/7). Laporan itu mengungkap gambaran suram industri nuklir setelah melelehnya tiga reaktor milik Tokyo Electric Power Company di stasiun Fukushima Daiichi akibat dilanda gempa bumi dan tsunami, lebih dari tiga tahun lalu.
Saham industri nuklir untuk pembangkit listrik global saat ini telah jatuh ke angka 10,8 persen, atau turun dari level tertinggi 17,6 persen pada 1996. “Angka ini sekalius merupakan yang terendah sejak 1980-an,” tulis laporan tersebut.
Masih menurut laporan itu, ada beberapa faktor yang menyulitkan penguatan saham industri nuklir untuk pasokan energi global ke depan. Antara lain adalah meningkatnya biaya operasional, keterlambatan konstruksi, penolakan dari masyarakat, serta penuaan usia fasilitas reaktor-reaktor yang ada. Dari 67 reaktor yang kini sedang dibangun secara global, setidaknya 49 di antaranya mengalami penundaan dan delapan reaktor lainnya berada di bawah konstruksi yang masa proyeknya akan memakan waktu selama 20 tahun.Di sisi lain, usia rata-rata reaktor juga mengalami peningkatan, yakni menjadi lebih dari 28 tahun.
Sementara, lebih dari 170 unit atau 44 persen dari total reaktor yang ada, telah beroperasi selama lebih dari 30 tahun.“Lebih dari 200 reaktor mungkin bakal menghadapi shutdown alias penutupan dalam dua dekade mendatang,” kata mantan Wakil Ketua Komisi Energi Atom Jepang, Tatsujiro Suzuki.