EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai, pemerintahan mendatang perlu melakukan perubahan fundamental pada RAPBN.
Hal ini menyikapi pembengkakan yang terjadi pada pos subsidi bahan bakar minyak (BBM). Tahun depan, pemerintah menganggarkan subsidi BBM sebesar Rp 291,1 triliun. Jumlah ini meningkat 18,1 persen dibandingkan 2014 sebesar Rp 246,5 triliun.
Menurut Enny, konsekuensi kenaikan subsidi BBM adalah akan mengubah dan memengaruhi postur APBN. Kenaikan subsidi ini, lanjut Enny, berimplikasi terhadap arah kebijakan fiskal selama satu tahun ke depan.
"Ketika belanja yang bersifat rutin dan mengikat mengalami kenaikan, maka segala belanja yang bersifat mandatory akan ikut meningkat," kata Enny saat dihubungi Republika, Ahad (17/8).
Enny mencontohkan, dengan adanya kenaikan subsidi BBM, artinya anggaran 20 persen untuk pendidikan harus ikut meningkat. Di samping itu, alokasi lima persen untuk kesehatan juga ikut meningkat.
"Kalau kita lihat postur APBN SBY, walaupun APBN sudah menembus seribu triliun, justru anggaran fiskal semakin kecil," papar Enny.
Sementara itu, pemerintahan baru yang akan dipimpin duet Jokowi-JK menjanjikan adanya perbaikan infrastruktur di banyak wilayah di Indonesia.
Selain itu, Jokowi-JK juga menjanjikan percepatan infrastruktur hilirisasi industri dan anggaran ketahanan pangan. Jika anggaran untuk program-program tersebut tidak dialokasikan dalam RAPBN, maka terobosan yang dijanjikan juga tidak akan terealisasi.
"Jika Jokowi-JK tidak mengubah postur APBN dan arah kebijakan fiskal secara fundamental, maka tidak akan ada realisasi dari program-program prioritas," katanya menjelaskan.