EKBIS.CO, JAKARTA -- Kenaikan harga jual liquified petroleum gas (LPG/Elpiji) nonsubsidi 12 kg diperkirakan tidak akan memberikan tekanan signifikan terhadap inflasi. Pengamat ekonomi Universitas Indonesia (UI) Muslimin Anwar mengatakan dampak kenaikan Elpiji 12 kg terhadap inflasi indeks harga konsumen (IHK) tidak akan mencapai 0,05 persen.
Muslimin menyebutkan tiga alasan. Pertama, kontribusi kenaikan elpiji 12 kg terhadap hitungan inflasi tidak sebesar lonjakan inflasi yang disebabkan oleh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
"Rata-rata rumah tangga mengganti tabung elpiji 12 kg pada setiap tiga pekan sekali, berbeda dengan BBM dengan frekuensi lebih tinggi," kata Muslimin di Jakarta, Senin (18/8).
Kedua, bobot Elpiji 12 kg dalam perhitungan inflasi kelompok bahan bakar rumah tangga relatif kecil jika dibandingkan dengan bahan bakar rumah tangga lainnya, seperti minyak tanah dan Elpiji 3 kg. Menurut Muslimin, total bobot bahan bakar rumah tangga dalam perhitungan inflasi sekitar 2,16 persen.
Ketiga, jumlah rumah tangga pemakai Elpiji 12 kg sangat jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah rumah tangga yang memakai Elpiji dengan ukuran tabung 3 kg. Selain itu, mayoritas pengguna tabung 12 kg adalah dari kalangan rumah tangga yang mampu dan mapan.
Dengan begitu, jelas Muslimin, pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi tidak terlalu mengkhawatirkan. Namun demikian, kenaikan harga Elpiji 12 kg tetap harus dibarengi dengan peningkatan kualitas layanan Pertamina atas konsumen.
Pertamina mencatat rugi Rp 6 triliun pada 2014 dari bisnis Elpiji 12 kg. Pada tahun ini, kerugian diperkirakan mencapai Rp 5 triliun akibat masih belum ekonominya harga jual Elpiji nonsubsidi. Ada rentang harga Rp 6.000 per kg yang disubsidi Pertamina dari penjualan Elpiji 12 kg saat ini.