Selasa 16 Sep 2014 20:28 WIB

Indonesia Dipandang Tahan Hadapi Kenaikan 'Fed Rate', Ini Alasannya

Red: Julkifli Marbun
The Fed/Ilustrasi
Foto: ABC News
The Fed/Ilustrasi

EKBIS.CO, JAKARTA -- Ekonom The Royal Bank of Scotland, Vaninder Singh menilai Indonesia akan mampu merespon dengan baik kebijakan kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed Rate) sehingga tidak akan terjadi pelarian modal.

Ekonom untuk kajian Asia Tenggara dari The Royal Bank of Scotland (RBS) itu di Jakarta, Selasa, juga mengatakan Indonesia masih memiliki fundamental ekonomi yang kuat.

Ia menyebutkan saat ini otoritas moneter, regulator dan pelaku pasar di Indonesia telah melakukan penyesuaian sebelum kenaikan suku bunga The Fed tersebut.

"Mungkin (kenaikan suku bunga The Fed) akan menarik uang mereka (investor) kembali ke AS, tapi bukan serta merta langsung pindah," kata dia.

Penyesuaian yang dilakukan pasar dan regulator, menurut Singh, penting dilakukan untuk mencegah volatilitas berkepanjangan di pasar keuangan, akibat normalisasi yang dilakukan Amerika Serikat, termasuk dampak pemulihan beberapa negara maju.

Singh mencoba membandingkan kenaikan suku bunga The Fed pada 2015 dengan kebijakan pengurangan stimulus (tappering off) pada 2013, di mana pasar saat itu kaget dan akhirnya timbul gejolak ekonomi yang besar.

"Namun sekarang, dengan ada komunikasi yang lebih panjang, efektifnya tidak seperti 'tiba-tiba', akan kecil dan stabil," ujarnya.

Dia meyakini, Bank Indonesia, selaku bank sentral sudah melakukan antisipasi untuk menjaga likuiditas keuangan agar terus dalam kondisi baik.

Namun, Singh tetap memperingatkan regulator dan pasar di Indonesia agar mencermati setiap langkah The Fed dalam beberapa waktu dekat ini, seperti pertemuan Komite Pasar Terbuka The Fed (FOMC), yang diperkirakan dapat membuat The Fed menaikkan suku bunga lebih cepat.

Singh mengemukakan selain persiapan regulator dan pasar untuk menghadapi kebijakan The Fed, data makro ekonomi Indonesia hingga akhir tahun pun diperkirakan akan baik dan mampu menopang stabilitas perekonomian.

Dia memperkirakan defisit neraca pembayaran Indonesia akan berada pada 2,8 persen dari Produk Domestik Bruto pada akhir tahun. Kemudian, inflasi dapat sejalan dengan target pemerintah dan Bank Indonesia, meskipun ada sedikit kenaikan jika pemerintah baru menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, menurut Singh akan bertahan stabil di kisaran Rp11.400-Rp11.900.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement