Senin 06 Oct 2014 18:04 WIB

Bank Dunia: Investasi di Indonesia Tergantung Hubungan Pemerintah-DPR

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Ichsan Emerald Alamsyah
Bank Dunia
Bank Dunia

EKBIS.CO, JAKARTA--Dalam laporan East Asia Pacific Economic Upadate yang dirilis Bank Dunia mencatat ketidakpastian yang tetap ada bisa memengaruhi ekonomi negara Asia Timur dan Pasifik. Ketegangan geopolitik internasional dan regional bisa memengaruhi prospek yang ada.

Menanggapi itu, Lead Economist Bank Dunia di Indonesia, Ndiame Diop mengatakan investasi di Indonesia ke depan masih sangat sulit diprediksi. Sebab itu sangat bergantung pada implementasi kebijakan pemerintah mendatang dan reformasi domestik seperti kebijakan fiskal dan subsidi BBM. Kebijakan itu yang nantinya akan dilihat apakah akan memunculkan iklim investasi yang baik atau tidak.

Investor jangka panjang membutuhkan kepastian, stabilitas, dan  kejelasan. Selain persoalan politik dalam negeri, masih banyak resiko dari perubahan situasi global yang harus dihadapi Indonesia, salah satunya kenaikan Fed Rate pertengah tahun depan.

Ditambah dengan kondisi parlemen yang tengah memanas saat  ini, jika itu membuat para investor tak bisa membaca arah  kebijakan pemerintah dan parlemen, akan menimbulkan cill  down effect. ''Dan ya, jika itu terus berlangsung bisa menimbulkan sentimen  negatif. Kejalasan sikap pemerintah dan parlemen akan  mempengaruhi tak hanya investasi, tapi ekonomi Indonesia  keseluruhan,'' kata Diop di kantor Bank Dunia, Jakarta, Senin (6/10).

Ada sinyal-sinyal antusiasme investor asing terhadap Indonesia  setelah terpilihnya kepala pemerintahan baru. Tapi untuk  menjaga antusiasme itu tetap berlanjut, akan sangat bergantung  pada kebijakan dalam negeri yang kini tengah diharapkan banyak  pihak.

''Harapan itu yang tentu dinantikan dalam bentuk invetasi ril.  Investor masih akan mengamati,'' kata Ndiame. Karena yang dibutuhkan Indonesia adalah investasi jangka panjang maka kejelasan dan stabilitas jangka panjang juga harus dipastikan.

Ia juga mengamati investasi infrastruktur yang dilakukan Indonesia hasil gabungan pemerintah daerah, pemerintah pusat dan swasta saat ini masih empat persen dari GDP. Jumlah ini dua kali lebih kecil dari investasi infrastruktur Cina yang sudah 10,5 persen dari GDP.

Karena lebih besar, akan selalu ada jueang pemisah antara Indonesia dengan Cina. Gap bisa diperkecil secara perlahan  dengan investasi besar dan peningkatan kapasitas sehingga ada  kepastian investasi bisa diserap dengan baik.

Country Economist Bank Dunia untuk Indoneisa, Alex Sienaert mengatakan salah satu tantangn Indonesia untuk jangka pendek adalah tekanan harga komoditas utama ekspor Indonesia seperti CPO dan batu bara akan berdampak pada kondisi ekonomi.

Tapi ini bisa diatasi jika Indonesia meningkatkan ekspor dari sektor manufaktur. Faktor lain adalah Indonesia harus meningkatkan daya saing, ini bisa didukung investasi asing yang sifatnya jangka panjang.

Yuk gabung diskusi sepak bola di sini ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement