EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengamat dari Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) Suroto di Jakarta, Minggu, berpendapat pembahasan ini penting selain untuk meletakkan pondasi disain perbankan Indonesia ke depan juga sebagai dasar untuk merespon lingkungan yang akan segera berubah cepat dan dinamis seperti Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
Di samping juga kebijakan perbaikan ekonomi dunia yang skemanya akan segera dilakukan pada awal tahun ini.
"UU Perbankan yang kita miliki jelas sudah tidak memadai lagi, dan kalau dibiarkan juga akan menimbulkan kesulitan bagi Pemerintah untuk menyusun kebijakan dalam merespon perubahan," katanya.
Ia mencontohkan misalnya mengenai kebijakan bailout yang belum jelas dasarnya, masalah kepemilikan asing, hingga visi inklusi finansial.
"Kami menengarai memang ada upaya penundaan yang ingin dilakukan oleh beberapa pihak karena adanya desakan untuk dicantumkanya pembahasan mengenai pembatasan prosentase kepemilikan asing, pencantuman fungsi bank sebagai agen pembangunan, tuntutan transparansi pengelolaan, struktur gaji, dan lain sebagainya," katanya.
Ia menambahkan jika UU Perbankan Indonesia tidak segera diubah maka Indonesia sangat mungkin akan terjebak dalam kondisi anomali yang menyulitkan.
Selain itu, kata dia, seandainya pun nanti akan dikeluarkan peraturan-peraturan teknis maka sifatnya hanya akan parsial dan reaktif seperti ketika masa krisis ekonomi 1998 maupun 2008.
"Energi kita justru akan banyak terkuras untuk membahas persoalan politik dan hukum yang akan ditimbulkan ketimbang membahas visi dan strategi pengembangan perbankan kita," katanya.