EKBIS.CO, JAKARTA -- PT Bank Central Asia, Tbk (BCA) mencatatkan pertumbuhan laba bersih sebesar 17,7 persen menjadi Rp 12,2 triliun pada triwulan III-2014. Peningkatan laba didapat dari meningkatnya marjin bunga bersih (NIM).
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan, NIM pada September 2014 sebesar 6,5 persen, naik 50 bps dari September 2013. Peningkatan NIM berasal dari langkah BCA yang menaikan bunga kredit pada tahun lalu.
"Kredit yang dilepas Juni-September baru berdampak penuh pada tahun ini. Padahal waktu itu bunga kredit naiknya cuma 0,75 persen," ujar Jahja dalam Paparan Kinerja BCA Triwulan III-2014, Kamis (30/10). Peningkatan NIM juga berasal dari penurunan bunga deposito.
Hingga September 2014, kredit BCA meningkat 10,6 persen menjadi Rp 330,7 triliun. Pertumbuhan kredit terutama berasal dari kredit untuk pembiayaan bisnis, yakni kredit korporasi, komersial dan UKM yang berkontribusi sebesar 85,5 persen dari total kredit. Kredit korporasi tercatat sebesar Rp 112,5 triliun, naik 13,7 persen. Kredit komersial dan UKM tumbuh 11,8 persen menjadi Rp 128,5 triliun, sedangkan kredit konsumer hanya tumbuh 5,4 persen menjadi Rp 89,7 triliun.
Perlambatan dari pertumbuhan konsumer terutama berasal dari Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Jahja mengatakan, outstanding KPR pada September 2014 dalam satu tahun terakhir relatif datar atau tidak berubah dari posisi Rp 52,9 triliun pada September 2013.
Untuk mendorong KPR, BCA telah menurunkan suku bungaa KPR pada September 2014. "Sejak kita turunkan suku bunga, ada tambahan demand 20 persen untuk KPR," ujarnya.
Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) naik 10,7 persen menjadi Rp 28,6 triliun. Jahja mengatakan, perlambatan pada KKB disebabkan perang harga mobil. Banyak diler yang menurunkan harga mobilnya karena sebelumnya telah overestimate terhadap situasi tahun ini.
"Mereka agak overestimate dengan situasi pasar. Padahal permintaannya masih lemah," ujarnya. Perlambatan kredit konsumer juga terjadi pada kartu kredit. Total outstanding kartu kredit sebesar Rp 8,2 triliun, naik 20,6 persen yoy.
Penyaluran kredit diimbangi dengan kehati-hatian, terlihat dari NPL yang sebesar 0,7 persen. Dengan kredit yang tumbuh melambat, rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (LDR) dapat ditekan menjadi 75,9 persen.
Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 7,9 persen menjadi Rp 432 triliun. Dana murah (CASA) mendominasi DPK, yaitu sebesar 76,2 persen. CASA meningkat 2,2 persen menjadi Rp 329,2 triliun. Dari struktur CASA tersebut, giro tumbuh 2,4 persen menjadi Rp 106,3 triliun dan tabungan tumbuh 2,1 persen menjadi Rp 222,9 triliun. Walaupun porsinya sedikit, dana deposito BCA mencatatkan pertumbuhan yang signifikan, yaitu 31,4 persen menjadi Rp 102,8 triliun.
Tingginya struktur CASA menyebabkan biaya dana atau cost of funds meninkat dari 1,95 persen pada September 2013 menjadi 2,59 persen pada September 2014. "Bank yang kuat di CASA memiliki operational cost yang lebih tinggi daripada bank yang banyak di deposito," ujarnya.
Untuk rasio-rasio keuangan lainnya, return on assets (ROA) naik dari 3,7 persen menjadi 3,9 persen, return on equity (ROE) turun dari 26,6 persen menjadi 25,4 persen, dan rasio kecukupan modal (CAR) naik dari 15,8 persen menjadi 17,2 persen.