EKBIS.CO, JAKARTA -- Kepastian mengenai rencana kenaikan bahan bakar minyak (BBM) masih menjadi tanya. Namun, penolakan atas rencana kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo tersebut sudah mulai muncul dipermukaan. Pasalnya banyak dampak yang akan ditimbulkan dari kebijakan tersebut. Salah satu dampak yang dikhawatirkan adalah pada bertambahnya angka kemiskinan.
Pada era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), angka kemiskinan mengalami penambahan. Pada 2005, berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) jumlah penduduk miskin dengan pengeluaran Rp 122.755 per kapita berjumlah 36,14 juta oang (16,66 persen). Sementara penduduk yang sedikit di atas garis kemiskinan 22 juta orang.
Hasil penelitian BPS pada saat itu, setelah mendapat kucuran kompensasi dana BBM,rakyat miskin jumlahnya bisa berkurang dua persen. Tetapi dari mereka yang rentan miskin menjadi miskin betulan mencapai empat persen. Dengan begitu kenaikan BBM akan menambah jumlah orang miskin dua persen. Berdasarkan perhitungan itu, garis kemiskinan pada 2005 bisa sekitar Rp140 ribu per kapita. Kenaikan garis kemiskinan inilah yang membengkakkan jumlah orang
miskin.
Di Kediri pada Oktober 2005, kenaikan tarif bahan bakar minyak (BBM) yang diberlakukan pada 1 Oktober ternyata memicu terjadinya peningkatan angka warga miskin. Berdasarkan data kemiskinan yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Kabupaten Kediri, sejak adanya kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM, angka kemiskinan di daerah tersebut tercatat 101.892 kepala keluarga (KK).
Jumlah tersebut meningkat sekitar 3,75 persen dari angka kemiskinan tahun 2004 yang hanya 98.062 kepala keluarga. Kepala BKKBN Kabupaten Kediri, Sumarto, pada saat itu mengaku peningkatan tersebut sangat signifikan, karena memang dipengaruhi oleh kenaikan harga BBM.