EKBIS.CO, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerima informasi dari masyarakat terkait penawaran investasi yang melibatkan 262 perusahaan jasa keuangan yang diduga ilegal.
Direktur Pengembangan Kebijakan Edukasi dan perlindungan Konsumen OJK, Anto Prabowo, mengatakan kegiatan tersebut menggunakan modus operasi penawaran investasi. Seperti Mavrodian Mondial moneybook (MMM), Sama Sama Sejahtera (SSS), Sistem menuju Sejahtera Nusantara (SMS NUSA), Local Wisdom (Locwis), yang telah terbukti ilegal.
"Sebagian besar penawaran tersebut dilakukan dengan memanfaatkan sarana website atau media online," kata Anto dalam media briefing di Gedung Sumitro Djojohadikusumo, Jakarta Pusat, Jumat (7/11).
Anto mengatakan setelahg diidentifikasi, 262 perusahaan tersebut tidak terdaftar di OJK dan bukan merupakan kewenangan pengawasan OJK. Sebanyak 218 di antaranya penawaran investasu yang tidak memiliki kejelasan izin usaha dari otoritas berwenang. Sedangkan 44 penawaran investasi izinnya telah dikeluarkan oleh lembaga seperti Kementerian Koperasi dan UKM, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka dan Komoditi, Kementerian Perdagangan, serta Kementerian Hukum dan HAM.
Meskipun belum dipastikan bahwa 262 penawaran investasi itu kegiatan melanggar hukum, namun harus dicermati adanya karakteristik penawaran investasi yang melanggar hukum yang bisa merugikan masyarakat.
Terhadap informasi tersebut, OJK menindaklanjuti dengan meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk memblokir situs tersebut. Direktur Penyidikan OJK, Luthfy Zain Fuady, mengatakan penindakan pemblokiran bukan kewenangan OJK. Jika kegiatan itu ada pengawasnya, lanjutnya, OJK akan menyampaikan kepada pengawas.
"Kalau tidak ditemukan pengawasnya, maka OJK bisa meminta Kemenkominfo melakukan pemblokiran alamat situs di internet," jelasnya.
Di samping itu, OJK juga mengimbau masyarakat mengembangkan sikap rasional, waspada, dan berhati-hati terhadap tawaran produk investasi yang semakin beragam dan canggih. "Masyarakat harus paham risiko, apalagi tawaran investasi oleh perusahaan yang belum jelas izinnya," imbuh Anto.